Quantcast
Channel: Warta Putra Balangan
Viewing all 193 articles
Browse latest View live

SAATNYA MENYELAMATKAN BUAH-BUAHAN BORNEO YANG EKSOTIS

$
0
0
 Oleh Hasan Zainuddin

     lahung

     Buah Lahung

 Mahlan (60 th), seorang warga Banjarmasin mengaku rindu mencicipi lagi beberapa buah Kalimantan (Borneo) yang dulunya banyak ditemukan di wilayah Kalimantan Selatan.

        Tetapi kerinduan akan buah khas Borneo tersebut seringkali tak kesampaian, masalahnya buah tersebut sudah sulit diperoleh, walau mencarinya sudah ke mana-mana termasuk ke wilayah sentra buah-buahan daerah Banua Enam (enam kabupaten Utara Kalsel) atau yang sering pula disebut wilayah Hulu sungai.

        ”Dulu aku sering makan buah durin merah, yang disebut Lahung, tetapi kini jangankan memakannya melihat pun sudah tak pernah lagi,” kata Mahlan mengisahkan.

        Kerinduan akan buah-buahan lokal tersebut agaknya bukan hanya menimpa Mahlan, tetapi mungkin ratusan bahkan ribuan orang warga yang tinggal di bagian selatan pulau terbesar di tanah air ini.

        Sebut saja buah yang sudah langka itu yang disebut karatongan, mahrawin, atau mantaula yang kesemuanya masih jenis durian (durio family).

        Belum lagi jenis buah lain seperti family rambutan banyak yang sudah hampir punah, sebut saja siwau, maritam,  kemudian jenis mangga-manggaan yang dulu banyak dikenal dengan sebutan asam tandui, hasam hurang, hambawang pulasan dan beberapa jenis lagi yang sulit diperoleh di pasaran.

maritam1maritam

Maritam

        Berdasarkan keterangan buah jenis di atas langka lantaran pohon buah-buah tersebut sudah banyak yang ditebang untuk digunakan sebagai bahan baku gergajian.

        Jenis kayu dari buah ini biasanya berbentuk besar dan tinggi, sehingga menggiurkan bagi orang untuk menebangnya dan menjadikan sebagai kayu gergajian.

        ”Sejak sepuluh tahun terakhir ini, kayu buah-buahan tersebut ditebang diambil kayunya untuk dijual dan untuk bahan bangunan pembangunan rumah penduduk,” kata Rusli penduduk Kecamatan Paringin Selatan Kabupaten Balangan.

        Perburuan kayu buah-buahan tersebut terjadi setelah kayu-kayu besar dalam hutan sudah kian langka pula, akibat pembabatan hutan, sementara permintaan kayu untuk dijadikan vener ( bahan untuk kayu lapis) terus meningkat, setelah kayu-kayu ekonomis dalam hutan sudah sulit dicari.

        Bukan hanya untuk vener, kayu-kayu dari pohon buah itu dibuat papan untuk dinding rumah penduduk, atau dibuat balokan serta kayu olahan lainnya termasuk untuk industri rumah tangga.

        Beberapa warga di Banua Enam sendiri menyayangkan adanya oknum masyarakat yang suka menebang kayu buah tersebut, sebab jenis kayu ini sudah dipastikan berumur tua.

        ”Kalau sekarang ditanam maka mungkin 50 tahunan bahkan ratusan tahun baru kayu itu besar,” kata warga yang lain. Sebagai contoh saja, jenis pohon buah lahung biasanya yang ditebang berusia ratusan tahun, makanya ukuran garis tengahnya paling minimal dua meter.

         Warga mengakui agak sulit melarang penebangan kayu pohon buah tersebut  karena biasanya kemauan pemilik lahan dimana pohon itu berada, untuk dijual dengan harga mahal, sehingga oleh pemilik lahan dianggap menguntungkan.

pohon lahung

Pohon buah lahung

         Pohon buah-buahan lokal Kalimantan ini banyak ditemui di wilayah lereng  Pegunungan Meratus seperti di Kabupaten Balangan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) serta Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) dikenal sebagai sentra buah-buahan lokal  Kalsel.

        Kawasan ini terdapat durian sekitar 30 species , rambutan sekitar 40 species, dan mangga-manggaan yang juga puluhan species. Jenis buah yang biasanya selalu melimpah, adalah langsat terdapat beberapa species, rambai beberapa species, tiwadak buah sejenis nangka.

gitaan

Gitaan

        Mangga-manggan saja juga banyak jenisnya sebut saja Kasturi (Mangifera casturi), Hambuku (Mangifera spp), Hambawang (Mangifera foetida), kuwini (Mangifera odorata), Ramania (Bouea macrophylla), tetapi populasinya terus menyusut termasuk buah lain seperti Pampakin (Durio kutejensis), Mundar (Garcinia spp), Pitanak (Nephelium spp), Tarap (Arthocarpus rigitus), Kopuan (Arthocarpus spp), Gitaan (Leukconitis corpidae), serta Rambai (Sonneratia caseolaris).

jinalun

Langsat burung

kupuan

Kupuan

        Belum lagi buah dari kayu hutan alam yang tak pernah dibudidayakan warga seperti buah Sangkuang, buah Jinalun, Balangkasua, Duhat, Karamunting, Kumanding, Kembayau,  Tu’U, Manau, Kepayang, langsat Burung, Kuranji, Bangkinang, Brunai, ketapi, dan aneka buah dari kayu hutan lainnya.

kasturi

Buah Kasturi

        Langkanya buah tersebut cukup merisaukan banyak pihak termasuk dari Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI) Prof Lukman Hakim saat berada di Banjarmasin baru-baru ini.

        ”Buah khas Kalimantan Selatan, Kasturi, kini sudah tidak ditemukan lagi di hutan alam, kalaupun masih ada hanya yang ditanam di pekarangan,” kata Lukman Hakim.

        Hal itu dikatakan Lukman Hakim usai penandatanganan kerja sama antara LIPI, Pemprov Kalsel dan pengelola Kebun Raya di Banjarmasin.

        Menurut Lukman pembabatan hutan dan alih fungsi lahan untuk pertambangan dan perkebunan membuat sebagian besar spisies flora dan fauna khas Kalsel banyak punah, tentu sangat disayangkan karena keanekaragaman hayati tersebut tidak bisa ditemukan di daerah lain, sehingga perlu segera dilakukan langkah-langkah antisipasi untuk menyelamatkan kekayaan alam Kalsel yang masih tersisa.

        Buah Kasturi merupakan buah lokal di Kalimantan Selatan yang bentuknya mirip dengan mangga kecil, dan memiliki rasa yang sangat manis serta aroma yang harum menyengat, dan buah ini menjadi maskot Kalsel bidang flora.

        Dengan dibangunnya kebun raya di Kalsel salah satu bentuk penyelamatan karena akan membudidayakan tumbuhan langka dan obat-obatan khas daerah ini.

buah astambulbuah1


Perlu Pelestarian


Senada dengan Lukman Hakim seorang pecinta lingkungan dari Forum Komunitas Hijau (FKH) Banjarmasin menginginkan pemerintah menyelamatkan flasma nuftah setempat.

        ”Rambutan Garuda (Nephelium lappaceum) yang juga sering disebut rambutan raksasa berasal dari kawasan Sungai Andai Kabupaten Barito Kuala (Batola) termasuk yang harus diselamatkan,” kata Wakil Ketua FKH Banjarmasin, Ir Mohamad Ary .

rambutan garuda

        Rambutan yang adaptif di lahan rawa ini mempunyai Keunggulan rasanya yang manis, buahnya yang besar ( 50,40 Gram/buah), daging buah yang tebal (0,65 cm), berbiji kecil ( 2,45 gram).

        Berdasarkan penelususan FKH ke kawasan Sungai Andai dan Terantang Batola belum lama ini ditemukan beberapa pohon rambutan garuda yang santat besar batangnya.

        Konon dari situlah bibit rambutan Garuda tersebut dilahirkan dan kemudian menyebar ke berbagai daerah di Kalsel, Kalteng, Kaltim bahkan konon pula bibit ini sampaike negara Thailand dan dikembangkan di negara tersebut.

        Walau sudah banyak tahu jenis rambutan tersebut berasal dari kawasan Sungai Andai Batola namun pohon-pohon besar tersebut terkesan kurang terawat dengan baik.

        ”Kami FKH ingin sekali Pemerintah Batola pelihara induk flasma nuftah tersebut,kalau perlu pemerintah setempat membangun sebuah kawasan penyelamatan flasma nuftah buah-buahan,” katanya.

        Masalahnya di kawasan tersebut juga banyak dibibitkan jenis bibit rambutan lainnya, seperti rambutan sibatok, rambutan antalagi, rambutan timbul, dan beberapa jenis manggga seperti kuini, hampalan, serta kasturi.

jinalun Buah hutan Jinalun

        Sementara seorang anggota FKH Radius Ardanias Hadariah menilai wilayah ini diperlukan adanya laboratorium pemuliaan buah-buahan lokal untuk menyelamatkan keberadaan buah-buahan tersebut.

        Dengan adanya laboratorium tersebut mempermudah melakukan perbanyakan bibit buah-buahan lokal tersebut.

        Menurut Radius Ardanias yang dikenal sebagai pemerhati buah-buahan lokal tersebut menyebutkan penyelamatan plasma nutfah berupa buah-buahan lokal harus dilakukan agar keberadaan buah lokal bisa bersaing dengan buah dari luar.

        Ia juga menyarankan pemerintah untuk melakukan pelatihan para petani setempat bagaimana melakukan perkebunan buah-buahan secara produktif, yang hasilnya bisa kompetetif secara ekonomi.

        Perbanyakan tanaman lokal unggul melalui okulasi atau kultur jaringan perlu digiatkan dan dipasarkan secara luas.

        Bila penyelamatan buah lokal tersebut tidak dilakukan maka tanamaan lokal akan tergusur tanaman dari luar, karena pasar bibit tanaman buah yang ada di wilayah ini seakan dikuasai bibit buah dari jawa, yang perbanyakannya melalui okulasi dilakuakn secara masif di Jawa Timur dan Jawa Barat.

        Sebagai contoh, bila mau cari bibit duren si Japang asli dari Biih Martapura, sudah pasti tidak tersedia, yang ada justru duren Petruk, Matahari, Sukun, atau varitas asal Thailand.

        Selain itu untuk bibit mangga lokal juga tidak tersedia, yang ada bibit dari Pulau Jawa juga.

        ”Hal ini terjadi karena pengusaha pembibitan dan balai benih pemerintah terkesan malas, hanya mau beli dari pembibit dari Pulau Jawa dan jual di sini.” katanya.

        Hal seperti seharusnya segera diatasi, jika tidak maka buah-buahan unggul lokal akanpunah semua, lantaran bibit tidak tersedia, menanam dari biji agak lama akhirnya pekebuan buahan setempat akan beralih ke bibit dari Pulau Jawa.

        ”Ayo, jangan malas mengurus perkebunan lokal mulai dari pemuliaan, perbanyakan bibit, dan memahami karakter dalam pemeliharaan dan termasuk pasarnya sebagai komoditi,” katanya.

        Buah lokal yang eksotis tersebut bukan saja perlu dilestarikan, tapi perlukan dikembangkan hingga bisa punya nilai ekonomi tinggi.

        Pemerintah perlu juga membuat kebun percontohan buah-buahan lokal secara luas sehingga bisa digunakan untuk tujuan konservasi, rekreasi, edukasi dan penelitian lanjutan pengembangan buah lokal sebagai komoditi perdagangan.

        ”Ini mendesak sekali, jika tidak kita akan terhimpit, baik secara budaya (agroculture lokal), maupun secara ekonomi kerena harus impor” tambahnya lagi.

        Pemerintah bersama Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) harus buat program ambisisius soal ini, jangan biasa-biasa saja, karena sangat potensial, sayang buah-buahan lokal unggul itu terkubur karena tidak dikembangkan baik produksinya maupun jaringan distribusinya.

       “Jangan menutup mata, jangan sampai terlalu terlambat melaksanakan hal seperti itu, agar tidak menyesali kecerobohan yang terlalu,” demikian Radiuas Ardanias Hadariah.

kapulramaniapempakinmundarmentegakatapikalangkalajentik2asam tanduirambutan hutan



MENYAKSIKAN KEBERADAAN DUA POHON BESAR BALANGAN

$
0
0

Oleh Hasan Zainuddin
pohon kuisi pohon kusi
Berjalan sekitar setengah jam dari Desa Panggung, Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan selatan, menyusuri hutan bambu, kebun karet, dan menyerangi sungai serta semak belukar kami bertiga dari Forum Komunitas Hijau (FKH) Banjarmasin sampai ketujuan yakni dua pohon besar.

Kondisi fohon tersebut terlihat menjulang ke udara melebihi tingginya pepohonan lainnya di kawasan perkebunan karet dan semak belukar tersebut.

“Itulah dua pohon yang ditaksir berusia sekitar 300 tahun, sebab sejak kecil saya sudah menyaksikan kedua pohon tersebut ya sudah seperti itu,” kata Ali Kucut (55 tahun) warga Desa Panggung yang menjadi pemandu perjalanan kami ke hutan tersebut.

Menurut Ali, kedua pohon tersebut merupakan sisas hutan alam yang masih tertinggal, karena di kawasan tersebut sudah menjadi kawasan perkebunan karet.

Kedua pohon tersebut terpelihara karena bermanfaat, pertama pohon kayu kusi adalah pohon besar yang biasanya di atas atau di dahan pohon tersebut menjadi habitat lebah atau tempat lebah membuat sarang.

Selain itu kayu kusi termasuk kayu bernilai ekonomis seperti kayu ulin tetapi karena manfaat sarang lebah itulah maka oleh pemilik lahan tersebut yakni Ifan Paijas, tidak membolehkan siapapun untuk menebang kayu itu untuk dibuat papan atau bahan lainnya.

Sementara pohon buah lahung yang merupakan milik Ali Kucut sendiri diakuinya tak ingin ditebang lantaran menghasilkan buah tiap tahun.

Pohon buah lahung miliknya tak kalah besarnya, merupakan harta warisan dari orang tuanya sehingga tak boleh siapapun untuk menebang.

“Alhamdulillah tiap tahun pohon ini menghasilkan ratusan bahkan ribuan biji buah lahung, lumayan kalau dijual untuk menambah penghasilan keluarga,” kata Ali Kucut.

Berdasarkan catatan, jenis pohon ini hampir sama dengan pohon durian hanya saja lebih besar dan tinggi, dan yang membedakan adalah buahnya, walau juga berduri seperti dirian tetapi durinya panjang-panjang dan lancip.

Selain itu, warga kulit buah ini merah kehitaman dan menghasilkan aroma yang menyengat beda dibandingkan aroma buah durian matang.

Untuk mengambil isi buah, buah ini harus dipenggal dengan parang karena tak bisa dibelah seperti durian, sebabg kulitnya relatif kuat dan alut sudah belah seperti durian.

Sementara isi buah mirip isi buah durian tetapi daging buah warnanya kuning keemasan, rasanya daging buah juga beda dengan durian, namun ketebalan daging buah yang tipis, sehingga walau makan satu biji tidak terasa kenyang.

Lantaran gading buah sedikit maka banyak warga memanfaatkan daging buah lahung atau layung ini hanya untuk bahan pecampur adonan kue-kue agar kue terasa enak.

Selain itu juga bahan pecampur bubur kacang hijau, kolak, atau makanan lainnya, dan makanan apa saja yang menggunakan bahan dari buah langka ini pasti mudah dikenal penduduk setempat karena aromanya itu.

pohon lahung pohon lahung

Dilestarikan

Forum Komunitas Hijau (FKH) Banjarmasin, Kalimantan Selatan, berharap dua pohon besar yang terletak di hutan Desa Panggung, Kecamatan Paringin Selatan, Kabupaten Balangan, tetap dipelihara sebagai harta warisan alam.

“Masalahnya pohon sebesar itu sekarang ini sudah sulit diperoleh dan dilihat sebagai kekayaan dan warisan hutan alam,” kata Wakil Ketua FKH Banjarmasin Mohammad Ary saat berada di Desa Panggung, Kabupaten Balangan, Kalsel ini.

Mohamad Ary bersama anggota FKH lainnya berada di desa yang berdekatan dengan Pegunungan Meratus tersebut untuk melihat dari dekat kedua pohon besar yang tumbuh di areal perkebunan karet milik warga tersebut.

Kedua pohon besar tersebut pertama adalah pohon kayu kusi (sejenis kayu besi) yang berdiameter (garis tengah) hampir dua meter dengan ketinggian puluhan meter, sehingga enam orang dengan tangan terbentang mengelilingi pohon tersebut untuk bisa bersentuhan satu sama lain.

Menurut Ary, kedua pohon besar tersebut sangat berguna dikemudian hari sebagai objek wisata, objek pelelitian dan pendidikan.

Oleh karena itu ia berharap kepada pemilik lahan atau warga setempat bisa menjaga kedua pohon besar tersebut, begitu juga pemerintah Kabupaten Balangan harus ikut memanfaatkan kedua pohon itu sebagai objek wisata alam yang eksotis.


50 TAHUN BANK KALSEL SAATNYA KELOLA BATUBARA

$
0
0

Oleh Hasan Zainuddin
bank kalsel
Askur Fakih seorang petani asal Dusun Limau, Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan, awalnya merasa bingung menjalani hari-hari karena hasil yang diperoleh tak memadai untuk kehidupan sehari-hari.

Suatu ketika otaknya berpikir membuka usaha baru tapi terkendala modal, setelah mencari informasi ke sana kemari akhirnya memperoleh masukan adanya dana pinjaman dari Bank Kalsel. Mulailah meminjam ke lembaga perbankan lokal ini Rp4 juta mengelola industri kripik jagung, usaha itu membaik lalu kembali meminjam Rp15 juta, hingga Rp125 juta.

Dengan modal besar akhirnya industri kian besar pula produksi satu ton kripik jagung per bulan dan menghidupi sebanyak 16 karyawan, pasarnya tak sebatas Kabupaten Tanah Laut saja, tetapi sudah merambah ke berbagai wilayah .

Cerita senyuman Askuh Fakih ternyata juga dialami H solikin seorang pembudidaya jamur tiram berkat kredit ke Bank kalsel ia pun sejahtera.

Lain lagi cerita pengusaha soto Lamongan Cak Hari di Jalan Gatot Soebroto Kota Banjarmasin yang dulu hanya menjual soto menggunakan gerobak dorong, berkat pinjaman kini memiliki sebuah rumah makan Soto Lamongan yang refresentatif dan dikenal hampir seluruh antero kota ini.

Memang segudang cerita keberhasilan warga Kalsel setelah berkenalan dengan lembaga perbankan milik Pemprov Kalsel ini.

Direktur Utama Bank Kalsel Juni Rif’at mengakui 40 persen kredit lembaganya dikhususnya untuk usaha mikro dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat kecil.

Disebutkannya kredit disalurkan itu kisaran Rp10 juta hingga hingga Rp200 miliar, ada yang hanya untuk tukang bakso, pedagang es kelapa, kelontongan, hingga kredit besar seperti pembiayaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan lainnya.

Lembaganya selain membantu kredit rakyat kecil juga sebagai agen pembangunan disamping untuk memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah.

“Itulah bedanya antara Bank Kalsel dan bank konvensional lainnya,” katanya seraya menyebutkan Bank Kalsel awalnya dibentuk hanya sebagai kas daerah dan itu bertahan hingga sekarang atau 50 tahun yang hari HUT-nya jatuh hari Selasa (25/3) ini.

Berdasar data jumlah kredit yang disalurkan bank ini Rp6 triliun, sementara tabungan masyarakat Rp2 triliun tapi jika ditotalkan termasuk deposito maka senilai Rp8 triliun.

kantor bank kalsel

Lebih Kreatif
Lembaga perbankan dimotori tenaga profesional lokal ini seharusnya berpikir tak sebatas mengembangkan usaha seakan hanya “meniru” bank konvensional tetapi hendaknya lebih kreatif hingga lebih dirasakan bukan hanya oleh pemerintah provinsi atau pemerintah 13 kabupaten dan kota se-Kalsel, tetapi oleh sekitar empat juta jiwa warga yang tinggal di wilayah ini.

Dari jumlah warga Kalsel tersebut ternyata penduduk miskin per Maret 2013 mencapai 181.739 orang (sumber BPS Kalsel) yang berarti masih ada tanggungjawab semua pihak untuk mengurangi angka kemiskinan tersebut.

Pertanyaaanya mengapa masih ada penduduk Kalsel yang miskin ? Apakah mereka tak memiliki keahlian, tak memiliki modal usaha atau daerah ini memang miskin sumberdaya alam.

Kalau itu yang terjadi tentu harus dicarikan solusinya, kalau tidak memiliki keahlian perlu ada pendidikan atau pelatihan, kalau tak ada modal maka perlu ada pinjaman.

Kemudian benarkan Kalsel kekurangan sumberdaya alam, ternyata Kalsel memiliki kekayaan yang luar biasa, bukan hanya hutan, pertanian, perairan dan kelautan, terlebih sektor pertambangan, kata seorang warga Kalsel Haji Jainuddin.

Sektor pertanian Kalsel tak kalah dibandingkan dari daerah lain ditinjau dari luas lahan dan kesuburan tanah, walau dibandingkan dengan Thailand yang dikenal sebagai produsen buah dan hasil pertanian terbesar di Asean sekalipun.

Oleh karena itu, Bank Kalsel hendaknya lebih jeli melihat potensi tersebut dengan kosentrasi melakukan pinjaman modal ke sektor pertanian melalui kreditnya.

Apalagi Kalsel memiliki aneka ragam plasma nuftah tanaman pertanian khususnya buah-buahan yang begitu eksotis dan menarik bila dikembangkan, bahkan akan menjadi mata dagangan ekspor.

Petani untuk budidaya buah-buahan tidak lagi sekadar skala pekarangan tetapi harus dijadikan mereka berusaha dengan skala kebun, seperti layaknya kebun di Pulau Jawa atau meniru gaya perkebunan buah di Australia dan Amerika Serikat yang produksinya tak hanya dimakan sebagai buah meja tetapi sudah menjadi buah ekspor dan yang dikalengkan.

Para petani buah tersebut bisa diberikan modal untuk terus berkembang, lalu dilakukan penelitian baik bagaimana cara budidaya, rekayasa genetika hingga menjadi buah yang manis dan bagus, serta penanganan pasca panen.

Dari sekian potensi memajukan Kalsel (Banua ) sektor pertambangan harus pula diperhatikan lembaga ini, dimana di Kalsel bukan saja terdapat tambang emas, intan, pasir kuarsa, nikel, biji besi, marmer, minyak bumi, dan yang lagi marak pertambangan batu bara atau “emas hitam.”

Kelola Batubara
Puluhan tahun eksploitasi “emas hitam” sudah dikerjakan di Kalsel, bahkan sejarahnya sejak zaman Belanda, tetapi apakah usaha mengeruk perut bumi melalui emas hitam itu sudah memberikan kesejahteraan masyarakat setempat, ternyata hingga kini jawabannya “tidak.”
Mengapa demikian, jawabannya mungkin saja “salah urus,” karena tak bijak melihat peluang tersebut, sehingga justru masyarakat non jauh di banua lain, Australia, Amerika, Cina, Korea dan negara lainnya yang mengambil manfaat semua itu melalui yang dinamakan investasi asing atau yang belakangan seringpula investasi luar negeri itu berlindung melalui investasi dalam negeri dengan mengatasnamakan pengusaha nasional, dengan landasan Perjanjian Kerjasama Pengembangan Pertambangan Batu Bara (PKP2KB)
Ironis memang, kehidupan masyarakat banua bak ayam kelaparan di lumbung padi, dan kondisi tersebut tak boleh dibiarkan menghantui penduduk yang tinggal di daerah paling selatan pulau terbesar nusantara ini, makanya peran Bank Kalsel yang harus kedepan dalam mengatasi persoalan ini.

Karena tambang batubara di dalam perut bumi banua Pangeran Antasari ini yang ditaksir masih tersimpan 12 miliar ton itu, sebagian besar tidak lah berada di kedalaman yang jauh, justru berada di permukaan, dengan demikian tidak ada yang sulitnya mengambil barang di atas permukaan tanah, tinggal gali dan angkut dan dijual maka sudah dapat dolar atau rupiah.

Tidak seperti tambang batubara di daerah lain yang harus melalui tambang bawah tanah (Underground Mine) yang memerlukan tehnologi atau investasi besar.

Pengambilan batubara di Kalsel tak mesti harus penambang besar dengan modal besar seperti investasi asing (PKP2KB), warga lokal pun sanggub, terbukti banyak warga Kalsel yang tadinya miskin berhasil menjadi kaya raya setelah menggali tambang ini.

Melihat kenyataan itu maka seharusnya didirikan Perusahaan Daerah (Perusda) di semua kabupaten dan kota di Kalsel khususnya terdapat deposit tambang batubaranya, atau Perusda yang didirikan oleh Pemprov Kalsel sendiri.

Dulu diakui izin tambang harus dari pemerintah pusat, tetapi diera otonomi ini ternyata ijin tambang yang disebut Kuasa Pertambangan (KP) bisa melalui kepala daerah setempat.

Karena itu KP bisa diberikan kepada Perusda atau Perusda kerjasama (joint) dengan pengusaha lokal yang diberikan KP, dan usaha tersebut bisa bermodalkan pinjaman modal oleh Bank Kalsel. Dengan cara tersebut maka hasil tambang batubara tidak bakal lari ke daerah lain tetapi justru dinikmati masyarakat Kalsel sendiri.

Bila uang beredar di Kalsel, maka berdampak sangat luas bagi peningkatan perekonomian setempat, ibaratnya ada sesorang kaya di Kalsel lantaran batubara, maka ia akan belanja beras, ikan, sayur, kerajinan, atau kebutuhan apapun tentu dari pedagang lokal pula.
Selain itu juga dipastikan akan banyak pekerja dari lokal pula, taruhlah supir, pekerja tambang, tenaga admistrasi dan lainnya yang dipekerjakan orang kaya itu. Jika banyak orang yang kaya lalu kian banyak belanja barang dan jasa maka kian banyak pula warga banua yang merasakan nikmatnya.
Belum lagi jika Perusda dari lokal itu tumbuh dan berkembang maka pemerintah di Kalsel tak perlu lagi “menjerat” warganya dengan menarik pajak sebesar-besarnya hanya untuk memperoleh pendapatan pemerintah, mereka cukup mengambil dari keuntungan Perusda Perusda tersebut dalam pembiayaan pembangunan.

Apa yang dilakukan Bank Kalsel terhadap pembiayaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Asam-asam unit III dan IV, salah satu bukti sebenarnya Bank kalsel bisa berbuat untuk yang lebih besar termasuk membangun Perusda kelola tambang tersebut.

Berdasarkan informasi bantuan Bank Kalsel terhadap PLTU Asam-asam Rp250 miliar dari satu triliun rupiah yang diberikan oleh beberapa bank secara konsorsium.

Kemudian bila Perusda tersebut berhasil gali tambang lalu memiliki modal, seharusnya usaha mengeruk tambang harus dikurangi guna menjaga kelestarian lingkungan mengingat bahan tambang termasuk barang yang tak bisa diperbaharui. Modal itu harusnya digunakan membentuk usaha lain yang sifatnya tak merusak alam.

Konon negara tetangga Brunei Darussalam, juga menggali tambang dan minyak bumi, lalu memperoleh modal dari usaha tersebut kemudian oleh kerajaan modal itu dijadikan modal usaha di negeri sendiri juga usaha ke berbagai negara lain.

Keuntungan perusahaan tersebut kembali ke negara sebagai pendapatan negara, akhirnya pemerintah mereka tidak menarik pajak justru memberikan subsidi kepada masyarakat di sana.

Begitu juga di banua ini,jika pemerintah Kalsel bisa menjadikan hasil tambang sebagai modal usaha lain,lalu usaha lain berkembang maka keuntungannya dikembalikan ke banua lagi.

Bila hal itu sampai terjadi maka itulah sebuah “hadiah besar,” bank Kalsel terhadap banua ini.


WISATA KULINER TEPIAN SUNGAI MARTAPURA BANJARMASIN

$
0
0

Oleh Hasan Zainuddin

1

4
Tak terasa dua gelas kopi sudah habis terminum, dua bungkus kacang goreng ditambah beberapa iris kue tradisional khas Banjar “amparan tatak” pun telah habis, kini kembali lapar, ingin rasanya mengkonsumsi nasi kuning pula,kata Masran warga kota Banjarmasin saat ngobrol bersama penulis di sentra kuliner “Mandiri,” Jalan Pos Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Ngobrol di areal sentra kuliner tepian Sungai Martapura di ibukota provinsi paling selatan pulau terbesar tanah air itu, memang tak terasa waktu .
“Kita mulai ngob rol tadi dari jam 13:00 Wita, ini sudah jam 16: wita,” kata Masran lagi seraya memperlihatkan jarum jam di tangannya.
Suasana lokasi sentra kuliner “Mandiri” yang dibangun Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin melalui Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) setempat itu agaknya cocok bagi mereka yang ingin ngobrol lama.
Di bawah puluhan tenda-tenda warna warni tepian sungai dan dinaungi pepohonan yang rindang lokasi yang dulunya merupakan kawasan pasar burung tersebut merupakan ideal bagi wisatawan yang ingin berlama-lama menikmati semilirnya angin dan gemericik suara riak air sungai Martapura yang berhulu ke Pegunungan Meratus tersebut.
Apalagi lokasi itu dijual aneka makanan dan kue-kue tradisional sehingga bisa memanjakan selera makan pagi, makan siang , serta makan malam, atau sekedar mencicipi kue kecil atau aneka kue lainnya seraya menghirup panasnya kopi atau teh.
Sejauh mata memandang terlihat aneka pemandangan tepian sungai yang sudah dimodifikasi menjadi Water Front City (kota bantaran sungai) yang dibangun Pemkot Banjarmasin dengan dana ratusan miliar rupiah.
Apalagi aktivitas warga di sungai yang bermuara ke Sungai Barito tersebut menambah pemandangan yang mengusik diri untuk berlama-lama, lantaran di sungai tersebut terlihat hilir-mudiknya “klotok” semacam angkutan warga sejenis perahu bermesin, hilir-mudik di wilayah yang dikenal dengan sebutan “kota seribu sungai,” tersebut.
Klotok itu adadalah jenis angkutan kota yang ada di sungai seperti layaknya mobil angkot di daratan dengan jarak tempuh agak jauh, kemudian masih ada hilir-mudik jukung (sampan) juga angkutan untuk warga kota ke sana kemari dengan jarak pendek, ibabarat di daratan itu adalah becak.

2
Kemudian masih hilir-mudik kapal-kapal sungai yang mengangkut barang dagangan, barang pertanian, bahkan barang tambang yang menyusuri kawasan yang selama ini menjadi rute wisata susur sungai.
Wali Kota Banjarmasin Haji Muhidin saat melakukan pembukaan sentra kuliner tersebut pertengahan Juni 2014 lalu menyatakan kebanggaannya karena wilayah ini menambah perbendaharaan lokasi wisata kuliner setelah sebelumnya juga diresmikan Kota Kawasan Wisata Kuliner (KWK) Gang Pengkor Jalan Brigjen Hasan Basri.
Lokasi sentra kuliner tepian Sungai Martapura yang juga juga dikenal sebagai jalur Jalan Pos sepanjang sekitar 300 meter menghubungkan Jalan Hasanudin HM dengan jalan Sudirman dekat Jembatan Merdeka.
Menurut wali kota keberadaan sentra kuliner ini akan memperkuat posisi Kota Banjarmasin sebagai kota wisata, khususnya sebagai wilayah paiwisata perairan.
Dengan adanya lokasi tersebut akan memudahkan wisatawan yang datang ke kota berpenduduk sekitar 700 ribu jiwa tersebut untuk menikmati kuliner khas setempat, seperti laksa, ketupat kandangan, nasi kuning, lupis, lontong, dan penganan 41 macam.
Selain itu juga tersedia makanan nasional, seperti nasi goreng, soto, masakan padang, masakan jawa, masakan Palembang, dan aneka makanan nusantara lainnya di sejumlah kios yang tercatat 52 buah tersebut.
“Bagi wisatawan makan di lokasi ini akan merasakan nikmatnya udara Sungai Martapura berada di pepohnan rindang, sambil menikmati pemandangan hilir mudiknya berbagai perahu dan angkutan air lainnya,” kata Muhidin.
Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata setempat, Subhan menuturkan lokasi tersebut akan dimeriahkan lagi dengan aneka atraksi wisata, seperti lomba perahu (jukung), yang akan diagendakan serta permainan jet ski.
Subhan juga merencanakan menambah atraksi wisata lainnya seperi benana boat, perahu karet, dan atraksi wisata disamping hiburan trasidional seperti musik panting atau madihin, di lokasi tersebut.
“Seberang sungai ini akan dibangun patung raksasa, berupa patung Bekantan (kera hidung panjang/ Nasalis larvatus) yang merupakan maskon fauna Kalsel, sehingga bagi yang berada di sentra kuliner ini akan bisa menikmati patung raksasa ini dari seberang sini,” kata Subhan seraya menunjuk rencana pembangunan patung bekantan itu persen seberang sungai yaitu Jalan Pire Tendean.
“Kita berharap lokasi ini menjadi ikon pariwisata, karena di seberang sungainya juga sudah ada pusat kuliner Taher Square yang akan dilengkapi dengan patung Bekantan tersebut,”kata Subhan.
Menurut Subhan sentra kuliner ini bagian rute perjalanan objek wisata air di Kota Banjarmasin , selain pasar terapung, wisata relegi masjid Raya Sabilah Muhtadin, makam habibb Basirih, masjid Sultan Suriansyah, museum Wasaka, pusat kuliner katupat, pusat pelelangan ikan, dan dermaga balaikota Banjarmasin.

klotok

klotok

Susur Sungai

Keberadaan beberapa lokasi sentra kuliner tepian sungai Martapura yang dibangun Pemkot Banjarmasin tersebut memperoleh respon positif dari Pemerintah Provinsi (Pemrov) Kalimantan Selatan.
Pemprov Kalimantan Selatan melalui instansi kepariwisataan setempat kian menggalakkan pariwisata sungai yang merupakan wisata andalan provinsi setempat yang terus dipromosikan ke dunia luar khsususnya ke manca negara.
wisata susur sungai Kota Banjarmasin dan sekitarnya merupakan yang ditonjolkan dalam memancing lebih banyak lagi kedatangan wisatawan, sekaligus memperluas posisi ibu kota provinsi tersebut sebagai wilayah kepariwisataan air.
Kepala Dinas Pariwisata Kalsel Mohandes kepada penulis menyebutkan wisata susur sungai tersebut selain menyusuri Sungai di Banjarmasin juga diarahkan ke sungai lainnya di luar Kota bahkan hingga ke Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS).
Wisata susur sungai tersebut dengan memanfaatkan kapal -kapal sungai yang dimodifikasi menjadi kapal wisata menyusuri Sungai Martapura dan Sungai Barito serta anak-anak sungai yang di wilayah Banjarmasin yang memiliki 105 buah sungai ini.
Hanya saja ia menyayangkan di Banjarmasin terdapat bangunan jembatan yang cukup rendah hingga menyulitkan lalu-lalang kapal wisata air tersebut.
“Lihat saja Jembatan Merdeka dan Jembatan Dewi, kondisinya cukup rendah hingga kalau air pasang dalam maka jembatan tersebut akan sulit dilalui kapal wisata,” kata Mohandes seraya menunjuk dua jembatan tersebut yang lokasinya tidak jauh dari peresmian pusat kuliner tersebut.
Oleh karena itu ia menyarankan bagaimana kondisi jembatan tersebut nantinya bisa ditinggikan dari kondisi sekarang agar memudahkan pengembangan wisata air tersebut.
Menurut Mohandes, kelebihan kota Banjarmasin adalah banyaknya sungai alam bukan sungai buatan yang relatif memiliki pemandangan indah di kalangan wisatawan untuk menyusurinya, Apalagi di kiri kanan sungai terdapat pemukiman penduduk dengan aneka budaya khas setempat, seperti rumah lanting, warung terapung, industri terapung, dan budaya lainnya.
Rute yang dijual dalam wisata susur sungai tersebut tentu merupakan objek andalan setempat, seperti pasar terapung, pusat perdagangan Banjarmasin, wisata kuliner soto Banjar, Pulau Kembang dengan ratusan ekor kera jinak, masjid Sultan Suriansyah, makam Ulama Basirih, masjid Raya Sabilah Muhtadin, Siring sungai, dan Museum Wasaka serta beberapa objek lagi.
Wisata susur sungai tersebut pun akan dikemas sedemikian rupa ke arah pusat cenderamata seperti kampung sasirangan yang akan diladeni oleh pemandu wisata yang berpengalaman yang bisa memberikan penjelasan mengenai kondisi kota serta aneka budayanya, kata Mohandes.
Dalam rute susur sungai itulah nantinya para wisatawan bisa singgah ke sentra-sentra kuliner dengan menikmati aneka makanan setempat, dengan demikian maka wilayah ini akan menjadi daya pikat tersendiri di mata wisatawan nusantara maupun manca negara.

5

6


KEKHASAN “PASAR WADAI RAMADHAN” BANJARMASIN MULAI MEMUDAR

$
0
0

Oleh Hasan Zainuddin

 

 

 

 

 

pintu gerbangpasar wadai

gue
Waktu dulu jika siapapun bergambar (berfoto) di lokasi Pasar Wadai Ramadhan (Ramadhan Cake Fair) Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sudah bisa dipastikan hampir semua orang tahu kalau itu berada di Pasar Wadai Ramadhan (PWR) Banjarmasin.

Pasalnya, bangunan pasar PWR berarsitektur khas Banjar, seperti rumah adat Banjar “bubungan tinggi” atau “gajah baliku.”
Begitu juga bahan yang digunakan untuk bangunan PWR terbuat dari bahan lokal yang khas seperti kayu hutan, kayu ulin, atap sirap, atap rumbia, dinding daun nipah, umbul-umbul dengan hiasan daun kelapa (nyiur).

Apalagi di lokasi PWR biasanya diberikan ukiran atau lukisan dengan ornamen budaya Banjar menambah kekentalan suasana budaya yang menceriminkan lokasi tersebut berada di tanah Banjar, kawasan paling selatan pulau terbesar tanah air ini.

“Saya masih ada foto Pasar Wadai Ramadhan yang dulu sangat eksotis, dan itu kenang-kenangan yang tak terlupakan,” kata Husain Abdullah seorang warga Malaysia keturunan Banjar via sosial media.

“Apakah kondisi Pasar Wadai Ramadhan masih seperti yang dulu,” tanyanya seraya berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin, dalam hal ini Dinas Pariwisata Budaya Pemuda dan Olahraga konsisten dengan tujuan awal berdirinya PWR tersebut.

Tujuan awal berdirinya PWR selain untuk menyediakan warga Muslim mencari penganan dan makanan untuk berbuka puasa juga sebagai pelestarian budaya khususnya kuliner suku Banjar, sekaligus sebagai atraksi wisata tahunan yang mengosong keunikan budaya nenek moyang setempat.

Salah seorang warga Kota Banjarmasin, Haji jainudin menyayangkan beberapa tahun belakangan kondisi PWR tidak seperti dulu lagi, seakan kehilangan keasliannya, dimana bangunan kios-kios yang tadinya kental budaya Banjar sekarang sudah berubah banyak, karena didominasi oleh tenda-tenda kain.

“Lihat saja pintu gerbang masuk ke Pasar Wadai Ramadhan yang sekarang tidak menggambarkan kekhasan budaya Banjar, kalau tidak ada tulisan Banjarmasin di pintu gerbang itu, maka bagi siapa yang mengambil foto tidak akan tahu kalau di situ Pasar Wadai Ramadhan,” kata Haji jainudin.

3

Pasar terapung sampingpasar wadai

Pintu gerbang PWR sekarang hanya kain putih yang dibentuk seperti pintu gerbang masuk lalu di atasnya bertuliskan “Pasar Wadai dan Banjarmasin Fair.”
Kalau dulu pintu gerbang dibentuk sedemikian rupa dari bahan-bahan lokal dengan ukiran dan lukisan nuansa budaya Banjar yang kental.

Begitu juga bangunan kios-kiosnya yang sekarang sudah berbentuk modern, serta tenda-tenda kain yang sudah mengurangi kekhasan budaya tersebut.

Bahkan barang yang dijualpun beraneka ragam tidak lagi semata penganan dan makanan tetapi aneka barang dan kebutuhan hingga kendaraan bermotor.

“Padahal namanya pasar wadai, tapi banyak yang dijual di sana bukan dari wadai (penganan), ada mainan anak-anak, ada aneka tasbeh, batu permata, pakaian, barang elektronik, aneka tas, hingga kendaraan bermotor,” kata Marjuki warga setempat menambahkan.

Khas dan Unik
Dalam pidato Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin saat membuka PWR Banjarmasin, Minggu (29/6) menyatakan bahwa PWR sebuah sarana pelestarian budaya sekaligus objek wisata tahunan.

Bahkan Gubernur Kalsel yang didampingi Wakil Wali Kota Banjarmasin Irwan Anshari masih yakin di lokasi itu dijual kue aneh-aneh dan unik karena tidak dijual di pasaran pada hari-hari biasa di wilayah Kota Banjarmasin, kecuali mencarinya hingga ke Cempaka Kota Martapura, Kabupaten Banjar.

Menurut gubernur kue-kue yang muncul di PWR saat bulan Ramadhan tersebut termasuk kue-kue khas atau kue tradisional suku Banjar yang sering digunakan saat-saat tertentu, seperti untuk selamatan atau kenduri.

Ia menggambarkan seperti kue tradisional khas Banjar yang disebut wadai 41 macam, karena itu bagi siapa saja ingin menikmati kue-kue khas tersebut silahkan datang di bulan Ramadhan ke PWR yang selalu berada di tepian Sungai Martapura atau Jalan Sudirman.

“Saya sendiri sudah sembilan kali membuka Pasar Wadai Ramadhan Banjarmasin ini, dan selalu rame dikunjungi termasuk pendatang atau wisatawan mancanegara,” kata Rudy Ariffin yang dua kali menjabat Gubernur Kalsel tersebut.

Apa yang dikatakan Gubernur Kalsel tersebut ternyata agak beda dibandingkan kenyataan yang ada, dimana untuk mencari kue tradisional yang aneh-aneh dan unik hampir tidak dijumpai lagi.

Berdasarkan catatan, wadai 41 macam wadai suku Banjar yang bisa dinikmati terutama untuk berbuka puasa diantaranya apa yang disebut wadai cincin, wajik, cucur, cingkaruk, kayu apu, sasunduk lawang, kakoleh, putri selat, kalepon buntut, laksa, apam balambar (apem basah), apam putih, dan pais sagu.

Kemudian, wadai putri bekunjang, bingka tapai, aloha, bingka kentang, amparan tatak, intalu (telur) keruang, apam habang (apem merah), jaring baras (beras), gagauk, rangai, kararaban, gagati, wadai sari, petah, kulit langsat, bubur baayak, kakicak.

Wadai (kue) karingnya dulu ada yang disebut walatih, sasagun, wadai satu, wadai sagu, ginjil, garigit, talipuk, ilat sapi, dan lainnya sekarangpun tersisih oleh kue kering modern seperti ciki-cikian atau kue kering buatan pabrik besar seperti produksi Garuda Food dan Indo Food.

Begitu juga masakan dan penganan tampak makanan modern cukup mendominasi, lihat saja ada makanan Kebab dari Turki, Roti Maryam dari Arab Saudi, ayam goreng ala Kentucky Fried Chicken (KFC), pizza hut, dan aneka makanan modern lainnya.

Walau makanan tradisional khas Banjar masih tersedia, seperti garih balamak, gangan waluh, gangan kaladi, tumis tarung, papuyu baubar, haruan baubar, gangan kecap, cacapan asam, iwak bapais, gangan balamak, gangan asam kapala patin, pucuk gumbili bajarang, dan lainnya.

Sementara Wakil Wali Kota Banjarmasin, Irwan Anshari melaporkan Ramadhan Cake Fair yang sudah dibudayakan sejak tahun 1985 tersebut tetap bertujuan untuk pelestarian budaya, sekaligus sebagai atraksi wisata.

Hanya saja pada tahun ini agak berbeda dibandingkan dengan tahun sebelumnya, karena dalam tahun ini melibatkan dunia usaha dan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang bukan saja dari Banjarmasin tetapi dari berbagai daerah di Kalsel, bahkan UKM dari beberapa kota Pulau Jawa dan Sumatera.

Bahkan dalam tahun ini beberapa stand untuk perusahaan kendaraan bermotor yang mempromosikan produk terbaru mereka.

“Jumlah stand sebanyak 184 unit, 140 unit diantaranya untuk pedagang penganan atau kue dan masakan, 17 unit untuk UKM nasional dari berbagai daerah di tanah air, selebihnya untuk perusahaan kendaraan bermotor yang mempromosikan produk terbaru mereka,” kata Irwan Anshari.

Sebelumnya Kepala Bidang Promosi Wisata Dinas Pariwisata Budaya Olahraga dan Pemuda Banjarmasin, Mujiat mengakui untuk tahun ini terjadi perubahan sesuai dengan tuntutan jaman, dan bukan hanya Ramadhan Cake Fair tetapi juga ada Ramadhan Fair karena digunakan untuk berbagai perdagangan barang ekonomi diluar makanan.

Menurut dia, lokasinya pun dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga lokasi kuliner sebagai pelestarian budaya suku Khas Banjar terpisah dibandingkan dengan lokasi pemasaran produk UKM dari luar Kalsel dan lokasi promosi berbagai perusahaan kendaraan bermotor.

Belum lagi adanya lapak-lapak atau lokasi khusus untuk berjualan aneka barang mainan anak-anak, dan barang dagangan lainnya, seperti tempat jualan tasbih, baju koko, songkok, dan aneka busana muslim, termasuk pula di dalamnya pusat penjualan batu permata, dan souvenir lainnya.

“Kita berharap tahun ini lebih meriah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, karena keterlibatan pihak perusahaan besar dan UKM di luar Kalsel,” kata Mujiat seraya menyebutkan bangunan lokasi itu ada yang hanya terbuat dari bahan lokal seperti kayu tetapi ada pula berupa tenda-tenda besar.

udang

Udang di pasar wadai

bingka

kue bingka

wadai

Wadai Habang

wadai2

Wadai Amparan Tatak


Article 0

$
0
0

7

 

KEGALAUAN DJOKOPEKIK LAHIRKAN MILIARAN RUPIAH
Oleh Hasan Zainuddin
Berkaos merah bercelana hitam, lelaki berjenggut panjang putih ini begitu bersemangat menjelaskan satu persatu hasil karya lukisannya yang dipajang di areal khusus pedepokannya seluas 3,5 hektare di Dusun Sembungan Kecamatan Kesian Bantul, Yogyakarta.

“Ini ada yang mau beli lima miliar rupiah, tapi saya banderol seharga enam miliar rupiah,” kata lelaki asal Porwodadi, Grobogan, Jawa Tengah, tahun 1938 ini.

Lukisan paling besar dan dipajang paling depan galeri milik ayah delapan anak ini bagi masyarakat awam mungkin biasa-biasa saja, tetapi bagi pecinta seni lukis dan kolektor ini ternyata mengandung nilai tinggi.

Lukisan berjudul “Go to Hell Crocodile” hanya lukisan seekor buaya dengan panjang sejauh mata memandang melingkari galian tambang. Di sekelilingnya, kerumunan figur bersenjatakan bambu runcing siap dihujamkan ke tubuh si buaya.

Lukisan ini seakan menyindir banyaknya perusahaan tambang milik kapitalis asing yang menguras kekayaan di tanah air, seperti di Papua, Kalimantan, dan dimana saja.

Sementara lukisan yang lain berjudul “Zaman Edan Kesurupan” yang agaknya kebanggaan pula oleh pelukis lulusan Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), Yogyakarta, 1957-1962 ini.

Walau berkata agak terbata-bata lantaran sudah berusia lanjut, seniman berkelas internasional ini pun begitu antusias menjelaskan goresan-goresan cat lukisan “Zaman Edan Kesurupan” ini kepada penulis yang ikut dalam rombongan 13 wartawan diajak Bank Kalsel yang dipimpin Direktur Utama Bank Kalsel Juni Rif’at yang juga dikenal sebagai kolektor seni lukis.

Sambil tersenyum ia meminta para rombongan meinterpretasikan sendiri-sendiri lukisan tersebut, yang mana terlihat dalam lukisan seorang pawang dalam grup kuda lumping yang seharusnya menyembuhkan peserta kuda lumping yang sedang kesurupan justru ikut juga kesurupan.

Sementara latar belakang di dalam lukisan tersebut terlihat para penegak hukum di ruang sidang pengadilan, bahkan ada penegak hukum yang lagi sidang sedang bermesraan dengan seorang gadis.

“Ini maksudnya sebuah penegakan hukum yang berlaku sekarang ini kah, dimana seseorang yang seharusnya melakukan penegakan keadilan justru ikut bermain dalam kecurangan,” tanya anggota rombongan kepada Djokopekik.

“Ya terserah anda lah, mau artinya begitu silahkan, atau artinya yang lain juga boleh,” kata Djokopekik yang mengaku pernah menjadi penghuni Lapas Wirogunan dari 08 November 1965 sampai 1972 lantaran korban politik ini.

Galau
Dalam pembicaraan panjang lebar dengan Direktur Utama Bank Kalsel Juni Rif’at yang didampingi Pimpinan Devisi Perencanaan dan Strategis Bank kalsel Muhamad Fauzan tersebut hampir bisa disimpulkan bahwa semua lukisan Djokopekik itu lahir dari perasaan kegalauan setelah melihat kondisi masyarakat dan pemerintahan.

Dengan perasaan galau, agaknya ia tak berbicara secara terbuka melainkan dituangkan melalui goresan-goresan kuwas dengan cat-cat yang didatangkannya dari belanda.

“Saya tidak produktif membuat lukisan, dan semua hasil lukisan saya terlahir disaat hati sedang mood untuk melukis, makanya hanya ada satu dua, atau tiga saja produksi lukisan per tahun,” tuturnya seraya memperlihatkan bengkel/studio lukisan yang dirancang sedemikian rupa.

Di bengkel lukisan yang luas sekitar lima kali tiga meter tersebut dirancang dengan menggunakan mesin hedrolik yang bila menurunkan dan menaikkan lembaran kain atau kanvas yang akan dibuas lukisan.

Dengan demikian, katanya saat melukis ia tak perlu harus berdiri atau berjongkok atau menggunakan bangku bila harus melukis bagian atas, cukup kain kanvas itu yang diturun dan dinaikkan melalui mesin hidrolik dengan energi listrik tersebut.

“Saya sudah terlalu tua hingga tak cukup kuat lagi turun naik,” katanya seraya meminta kepada rombongan untuk berfoto bersama di studio yang berada di tepian sungai dengan bunyi riak air gemaricik dan hembusan angin hutan areal pedepokan tersebut.

Mendapat julukan pelukis miliaran rupiah, karena lukisannya laku bermiliar-miliar rupiah diantaranya lukisan judul berburu Celeng.

Berburu Celeng bersama dua lukisan lain, Susu Raja Celeng (1996) dan Tanpa Bunga dan Telegram Duka Cita 2000, merupakan sebuah trilogi. Trilogi ini merupakan lukisan yang paling berkesan baginya diantara 300 karya lukisnya.

Walau terbilang kaya dengan hasil karya lukisnya, tetapi tak satu pun dari delapan anaknya diarahkan untuk menggeluti dunia seni lukis ini.

“Saya tak ingin anak-anak dan cucu saya mengikuti jejak saya melukis, siapa tahu mereka tidak kesampaian, biarkanlah mereka memilih jalan hidup seperti orang kebanyakan, pedagang, pekerja kantor, buruh dan apa sajalah,” katanya.

Berdasarkan sebuah catatannya, ia tidak pernah bercita-cita menjadi pelukis, selagi muda malah bercita-cita menjadi lurah kaya dan punya gamelan, dan berputarnya waktu yang panjang akhirnya malah menjadi pelukis dan apa yang diimpikan memiliki gamelan terwujud sudah, ungkapnya.

“Saya ini berbakat kesasar, karena saya tidak diwarisi darah seni dari kedua orang tua saya. Sejak kecil saya senang melukis dan bermain sandiwara. Dulu saya memerankan tokoh Klenting Kuning dalam Ande-Ande Lumut saya yang menggambar sendiri pakaian tokoh yang saya mainkan,” tambahnya.

Membina rumah tangga dengan CH Tini Purwaningsih perempuan pilihannya. Setelah menikah, dari tahun 1970 ¿ 1987, Djokopekik beralih profesi sebagai tukang jahit untuk menyambung hidupnya, walau profesi ini tidak membuat kehidupan ekonomi keluarganya menjadi mapan.

Nasib baik akhirnya datang juga. Suatu ketika karya-kartanya dijadikan bahan penelitian untuk disertasi pelukis Astari Rasyid, yang kemudian dibaca oleh kenalan-kenalannya dari luar negeri. Pada tahun 1989 ia diikutkan dalam pameran di Amerika Serikat.

Beritanya masuk koran dan majalah, yang justru membuatnya makin terkenal. Sejak itulah para kolektor memburu lukisannya. Sampai suatu ketika ia tak mau menjualnya lagi, karena tamu-tamunya dapat setiap saat melihat dan mengaguminya.

Lukisannya oleh banyak kalangan pengamat dinilai berbeda antara satu dan lainnya. Padahal, ia mengaku bahwa teknik lukisnya dari dulu sampai sekarang sama saja.

Ia mengaku diusia yang sudah senja itu bahagia tinggal di areal pedepokan seluas itu yang dipenuhi dengan kebun, hutan kecil, dan taman-taman bunga, ditambah rumah tempat tinggal, galeri, bengkel atau studio, dan beberapa tempat santai yang berada di pinggir sungai yang dipenuhi dengan ribuan batang tanaman bambu.

Karena kepahitan yang pernah dialaminya sebagai pelukis, ia tidak mengarahkan anak-anaknya menjadi pelukis. Selain itu, ia merasa kalau seorang ayah pelukis, bila anak-anaknya juga jadi pelukis, mereka tak akan mampu melebihi sang ayah.

 

 

 

Ekonomi kreatif
Kedatangan rombongan 13 wartawan Kota Banjarmasin bersama Bank Kalsel tersebut semata ingin melihat perkembangan ekonomi kreatif di Kota Jogyakarta tersebut.

Ekonomi kreatif di saat ini menjadi alternatif dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kata Direktur Utama (Dirut) Bank Kalsel Juni Rif’at.

Apalagi, katanya, visi dan misi yang diemban Bank Kalsel yang didirikan sejak tahun 1964 ini tak lain bagaimana keberadaan perusahaan ini bisa memajukan perekonomian wilayah yang kini berpenduduk sekitar empat juta jiwa tersebut.

Untuk menyentuh ekonomi kreatif tersebut,pihak Bank Kalsel mencoba menggandeng para wartawan yang tergabung dalam media fartner perusahaan tersebut, agar mereka bisa memberikan tulisan atau gambar, dan apa saja yang diterbitkan atau ditayangkan pada media masing-masing yang bisa memberikan gambaran mengenai pentingnya sebuah ekonomi kreatif.

Anggaplah ekonomi kreatif tersebut, berupa sendra tari, seni pertunjukan, karya lukisan, karya musik, dan seni budaya lainnya yang pada gilirannya menjadi industri yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi.

“Kalsel sendiri kaya akan seniman, seperti seni lukis, hanya saja tidak terpopulerkan melalui sebuah pemberitaan, jika hal tersebut terjadi maka keberadaan seniman lukis di wilayah ini akan menjadi perhitungan bagi pecinta seni lukis,” kata Juni Rif’at.

Sebuah karya seni lukis, nilainya tak semata sebuah keindahan, tetapi akan menghasilkan devisa yang luar biasa bagi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dimana karya seni lukis itu dihasilkan.

Lihat saja kota Yogyakarta, terdapat banyak seniman lukis bertarap internasional, dan sebuah karya lukis bisa dihargai ratusan juta rupiah, bahkan miliaran rupiah dalam satu karya lukis saja.

Seperti karya lukis maestro Djokopekik yang dihargai capai Rp5 miliar per satu lukisan bagitu juga hasil karya pelukis Nasirun tak kalah mahalnya.

Untuk memberikan pengertian para wartawan yang tergabung dalam media fartner Bank Kalsel tersebut, maka oleh manajemen Bank Kalsel para wartawan tersebut diajak melihat galeri dan museum lukis milik Djokopekik dan Nasirun.

Dalam pertemuan yang berlangsung Kamis (21/8) lalu kedua pelukis ternama Yogyakarta tersebut menjelaskan bagimana sebuah kreatifitas dalam dunia ekonomi kreatif menghasilkan uang banyak dan mampu menghidupkan keluarga pelukis itu sendiri juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekitarnya.

Melihat kenyataan tersebut pihak Bank Kalsel berharap Kalsel juga akan menjadi tempat bagi seniman kreatif di bidang masing-masing yang bisa membantu dongkrak ekonomi di wilayah ini.


KOTA BANJARMASIN KINI MILIKI KEBUN BINATANG

$
0
0

9Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin,13/9 (Antara)- Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin, Kalimantan Selatan, melalui Dinas Pertanian dan Perikanan membangun sebuah lokasi kebun binatang seluas 1,5 hektare.
Wali Kota Banjarmasin Haji Muhidin didampingi Kepala Dinas pertanian dan Perikanan, Doyo Pudjadi dan beberapa kepala Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) meninjau lokasi kebun binatang tersebut, Sabtu.
Wali kota menyatakan rasa bangganya memiliki sebuah kebun binatang yang terletak di Kompleks Zahri Saleh, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara tersebut.
“Kita sudah seperti kota lain yang memiliki kebun binatang yang nantinya bukan saja sebagai lokasi rekreasi masyarakat, tetapi juga sebagai lokasi pendidikan dan penelitian,” kata wali kota.
Menurut wali kota, Pemkot akan lebih memperhatikan lokasi ini sebagai tempat rekrasi masyarakat, makanya kedepan akan terus ditambah berbagai fasilitas penunjang termasuk tempat wisata kulinernya, dan tempat penjualan cendramata.
“Saya juga berharap, lokasi ini tak semata untuk pemeliharaan, tetapi yang lebih ditekankan sebagai lokasi budidaya, semacam penangkaran, khususnya hewan asli Kalimantan, seperti bekantan (Nasalis Larvatus),” kata Muhidin.
Sementara Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Doyo Pudjadi menyebutkankan bahwa pihaknya merencanakan melakukan penangkaran Bekantan sekaligus penelitian mengenai hewan langka endemik Kalimantan yang akan bekerjasama dengan sebuah komunitas Bekantan Banjarmasin.
Melalui lokasi penangkaran tersebut diharapkan lokasi itu akan menjadi pusat penelitian sekaligus pendidikan mengenai hewan berhidung panjang itu.
Mengenai kebun binatang sendiri, disebutkannya pengelolaannya akan bekerjasama dengan Kebun Binatang Surabaya (KBS) terutama untuk jenis hewan-hewan tertentu yang di KBS ada kelebihan jumlahnya.
Di lokasi kebun binatang ini terdapat sepuluh zona, seperti zona reftil, zona perimata, zona burung, zona ikan, dan zona-zona lainnya yang menyebar di areal seluas 1,5 hektare.
Lokasi ini juga dilengkapi dengan tempat mandi dan toilet, tempat ibadah, warung cendramata, serta rumah makan yang menyajikan menu serba masakan jamur.
“Kita berharap kebun binatang ini akan menjadi pilihan masyarakat bertamasya sebagai alternatif sekalin hanya ke pusat perbelanjaan atau mall,” katanya.

 

 


Article 2

$
0
0

2 cren

PELABUHAN INDONESIA BAIK PERKUAT IKON NEGARA MARITIM
Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin()- Negara Indonesia yang memiliki belasan ribu buah pulau hingga negara ini berjuluk sebagai negara maritim di dunia.
Anak bangsa ini pun sejak dulu dikenal pula sebagai bangsa pelaut, lantaran banyak anak bangsa ini yang mencari penghidupan di laut.
Namun julukan sebagai negara maritim tak diimbangi dengan kemajuan tehnologi menggali potensi kelautan, termasuk meningkatkan dunia kepelabuhanan yang tangguh yang bisa mendongkrak kemakmuran masyarakatnya.
Image pelabuhan Indonesia selama ini memang buruk, puluhan tahun keberadaan pelabuhan Indonesia tidak pernah maksimal dalam pengelolaannya. Kapasitas pelabuhan kalah dari pelabuhan negeri tetangga.
Kelemahan itu justru menjadi berkah buat bagi negara lain khususnya negara-negara tetangga. Potensi devisa menguap ke negara-negara lain yang bertetangga dengan Indonesia.
Potensi kepalabuhanan Indonesia begitu besar, dua pertiga wilayah Indonesia berupa perairan, posisi negeri ini berada di persilangan rute perdagangan dunia, yang bisa memberikan peluang emas untuk sebuah kemajuan bangsa.
Tetapi kenyataan yang ada bangsa ini tetap saja menjadi sebuah negara tertinggal, sebagai negara maritim sudah selayaknya bangsa ini menggali potensi kepelabuhanan yang maksimal, setidaknya untuk memudahkan berbagai produk ekonomi termasuk produk kelautan dan perikanan, pertanian, perkebunan, pertambangan, ke berbagai negara lain.
Gimana mau mensuplai produk ekonomi seperti tersebut di atas untuk bongkar muat saja harus antri berhar-hari bahkan berminggu-minggu, sehingga kalau mengapalkan sebuah produk pertanian seperti buah saja, maka sempat busuk ditempat sebelum sampai ke tujuan.
Sebuah data diperoleh dari World Economic Forum dalam laporan ‘The Global Competitiveness Report 2011-2012′ menyebutkan, kualitas infrastruktur pelabuhan Indonesia buruk. Berada di peringkat ke-103.
Dibanding negara anggota ASEAN lainnya, Indonesia jauh tertinggal. Malaysia saja menempati urutan ke-15, Singapura peringkat pertama, dan Thailand ke-47.
Rendahnya rating pelabuhan Indonesia tidak terlepas akibat pelayanan bongkar muat barang yang tidak efektif dan efisien. Padahal, pelabuhan sebagai image perekonomian negara di mata dunia internasional.
Ambil saja contoh pelabuhan Trisakti Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dimana untuk bongkar muat harus rela dan bersabar antri berhari-hari bahkan berminggu-minggu, lantaran kapasitas pelabuhan yang tidak mampu menampung kapal sandar secara bersamaan, sehingga kapal harus menunggu giliran.
Untuk menunggu giliran begitu lama tentu menelan biaya tinggi bagi operasional sebuah kapal, sehingga lokasi ini bukan sebuah pelabuhan yang menjadi pilihan bagi usaha bongkar muat bagi perkapalan.
Kondisi yang terjadi di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin bisa jadi sebuah cerminan dunia kepelabuhanan rata-rata di Indonesia, yang sejak dulu dikatakan sebagai negara maritim tersebut.
Itu baru persoalan kapasitas pelabuhan, belum lagi persoalan lain yang terjadi di Trisakti Banjarmasin, dimana lokasi pelabuhan ini berada di aliran sungai yang dangkal yakni Sungai Barito.
Kondisi buruk di Sungai Barito berada di alur muara sungai yang terjadi pendangkalan akibat sendimentasi lumpur yang parah, setelah terjadi kerusakan hutan di hulu sungai yang membawa partikel lumpur ke sungai terus larut ke muara hingga terjadi pendangkalan tersebut.
Puluhan miliar bahkan ratusan miluar rupiah, hanya untuk mengeruk lumpur di muara sungai agar kapal bisa lalu-lalang di pelabuhanm tersebut, kalau tidak dikeruk jangan harap pelabuhan ini bisa hidup sebagai pintu gerbang perekonomian Kalimantan.
trisakti

Sejarah

Berdasarkan sejarahnya keberadaan Pelabuhan Banjarmasin dikenal sejak abad XIV dan letak pelabuhannya ditepi Sungai Barito dengan nama Marapian, kemudian berpindah ke Marabahan dan berpindah lagi ke sungai Martapura dengan nama Pelabuhan Martapura.
Pada tahun 1925 dikeluarkan beslit Gubernur Jenderal No 19 tanggal 25 Nopember 1925 yang kemudian diperbaiki dengan beslit No 14 tanggal 17 Oktober 1938 Staatblad No 616/1938 pengukuhan pengelolaan Pelabuhan Martapura (Lama).
Pada tahun 1961 mulai dibangun Pelabuhan Trisakti di Sungai Barito, mengingat daya tampung Pelabuhan Martapura (Lama) tidak memadai lagi.
Pada tanggal 10 September 1965 diresmikan pemakaian Pelabuhan baru dengan nama Pelabuhan Trisakti Banjarmasin atau disebut Pelabuhan Banjarmasin.
Daerah lingkungan kerja pelabuhan perairan sluas 95 hektare, daerah lingkungan kepentingan pelabuhan perairan 115 hektare, dan ditetapkan dengan SK bersama Menteri Perhubungan dan Menteri Dalam Negeri No 14 tahun 1990.
Pelabuhan Trisakti berada di belahan kota Banjarmasin ibukota Propinsi Kalimantan Selatan, terletak di tepi Sungai Barito,sekitar 20 mil dari muara Sungai Barito pada posisi 03″ 20″ 18″ LS, 114″ 34″ 48″ BT.
Pelabuhan Banjarmasin merupakan pendukung utama transportasi laut yang secara langsung maupun tidak langsung berperan aktif dalam pembangunan ekonomi Propinsi Kalimantan Selatan.
Perkembangan pelabuhan ini memang terus meningkat, fasilitas pun terus dibangun, seperti dermaga terminal penumpang kontruksi beton 80 meter, dermaga trisakti lama 750 meter, dermaga Martapura Baru 350 meter, dermaga petikemas baru 265 meter, dermaga petikemas 240 meter, dermaga trisakti baru 120 meter.
Arus kedatangan kapal sampai tahun 2013 lalu sebanyak 17.253 unit, arus barang 8.265.935 ton, arus petikemas 387.954 box dan 428.478 teus, arus penumpang 148.923 orang.
Realisasi arus kapal pada tahun 2013 di Pelabuhan Banjarmasin meningkat 8-9 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dimana tahun 2013 tercatat sebanyak 17.253 unit kapal dengan berat mencapai 98.181.591 Gross Tonage (GT).
Sedangkan realisasi khusus kapal jenis petikemas pada tahun 2013 meningkat 10 persen (dalam satuan unit) dan meningkat 78 persen (dalam satuan GT) dibandingkan tahun sebelumnya, dimana realisasi arus kapal jenis petikemas tahun 2013 tercatat 1.137 unit dengan berat mencapai 7.207.642 GT.
“Ini yang menunjukkan terjadi peningkatan arus barang yang masuk maupun keluar melalui Pelabuhan Banjarmasin,” terang General Manager PT Pelindo III Cabang Banjarmasin, Hengki Jajang Herasmana.
Ia mengakui perusahaannya tersebut akan terus mengembangkan Pelabuhan Trisakti Banjarmasin ke arah yang lebih baik, sebagai upaya peningkatan ikon negara maritim.
Salah satu pengembangan terbaru penambahan pembangunan dermaga petikemas sepanjang 265 M x 34,5 m oleh kontraktor PT Wijaya Karya yang pemancangan perdananya dilakukan pada 13 April 2012 lalu dioperasikan, setelah diresmikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada acara peresmian proyek MP3EI di Banjarbaru pada tanggal 23 Oktober 2013 lalu.
Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Kalimantan Selatan Jumadri Masrun mengapresiasi perkembangan Pelabuhan Trisakti Banjarmasin.
Dengan adanya tambahan fasilitas ini tentunya waktu tunggu kapal dapat semakin ditekan, diwaktu dulu kala, waktu tunggu kapal sempat mencapai 7 hari maka nantinya dapat ditekan.

 

 

 

Alternatif

Walaupun perkembangan Pelabuhan Trisakti Banjarmasin menunjukkan peningkatan, tetapi jika melihat perkembangan kota Banjarmasin dan sekitarnya yang begitu pesat, maka kedepan kondisi pelabuhan Trisakti seakan tidak bakal mampu lagi menampung kegiatan bongkar muat tersebut, apalagi kondisi pelabuhan ini termasuk berada di areal kota yang padat penduduknya.
Persoalan alur Sungai Barito yang kian lama kian deras sendimentasinya, maka pelabuhan ini bukan menjadi pilihan pelabuhan baik kedepan.
Pelindo III Banjarmasin yang merupakan bagian Pelindo III yang berpusat di Surabaya sudah selayaknya memikirkan bagaimana transformasi kinerja Pelabuhan terbesar di Kalimantan ini bisa memberikan tantangan di masa depan.
Kalau memang letak kondisi pelabuhan sudah tidak layak lagi berada di lokasi tersebut kenapa tidak dicarikan alternatif lain yang lebih menjamin kelancaran arus kapal tanpa terhalang lagi oleh sempit alur Sungai Barito.
Selain itu, pelabuhan yang ideal tak jauh dari pusat ekonomi, khususnya pusat industri, pusat hasil perkebunan, pertambangan, dan sektor pertanian lainnya.
Salah satu lokasi yang ideal sebagai tempat pelabuhan laut di wilayah ini adalah kawasan Kabupaten Tanah laut yang berjarak sekitar puluhan kilometer saja dari Banjarmasin, karena lokasi ini berada di tepian Laut Jawa, hingga tidak perlu masuk sungai lagi.
Lokasi yang direncanakan sebagai alternatif pelabuhan baru tersebut memang ada beberapa lokasi salah satunya berada di Pantai Swarangan, Kecamatan Jorong.
Alternatif lain pengembangan Pelabuhan alam Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu Timur Kalsel, walau agak jaug dari Banjarmasin tetapi berpotensi pengembangan ekonomi prov insi ini.
Pelabuhan Batulicin adalah pelabuhan yang terletak ditepian Selat Makasar tak jauh dari Laut Jawa yang menjadi jalur alternatif pelayaran internasional menghubungkan Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik.
Untuk menjadi sebuah pelabuhan modern memang harus berada di lokasi pelabuhan alam bukan buatan, artinya ditepian laut yang berair dalam, kemudian harus adanya pusat transportasi darat yang bagus arah ke berbagai penjuru terutama ke lokasi kosentrasi perekonomian masyarakat.
Hal yang tak kalah penting tentu aneka peralatan kepelabuhanan yang canggih, lapangan penumpukan peti kemas yang luas, pergudangan yang memadai, hingga kerja bisa cepat dan mudah yang memungkinkan bongkar muat barang baik secara manual (curah) maupun peti kemas secara nyaman.
Peralatan yang harus diperhatikan tentu aneka macam seperti keberadaan kapal tunda, speed boat, crane darat, spreader, forklift, top loader, reach stacker, wheel loader, excavator, dump truck, conveyer, dan aneka peralatan lainnya yang mendukung kelancaran pelabuhan tersebut.
Bila semua peralatan ini bisa tersedia dengan baik ditambah manajemen yang baik oleh sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas pula, maka kinerja pelabuhan terbesar Kalimantan ini akan bisa menjawab tantangan masa yang datang.

 

 



MENIKMATI MAIN ULAR KEBUN BINATANG KOTA BANJARMASIN

$
0
0

WALIOleh Hasan Zainuddin

 

Sekelompok remaja putra sambil bergurau satu per satu memegang aneka jenis ular. Ada ular bewarna kuning, ular bewarna hitam keabu-abuan, bewarna batik, dan warna lainnya.

Sesekali ular-ular tersebut sengaja melingkar-lingkar di leher para remaja yang agaknya kalangan pencinta reptil tersebut, bahkan ada ular relatif besar yang melilit hampir seluruh tubuh seorang remaja tersebut. Kendati demikian, remaja itu tetap tersenyum ceria.

Sesekali para remaja putra tersebut mendekat ke rombongan ibu pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin yang saat berada di lokasi tersebut, Sabtu (13/9) lalu, serta-merta ibu-ibu berlari ke sana kemari ketakutan.

“Jangan memegang, untuk melihat saja sudah geli dan ngeri,” kata seorang ibu yang datang ke lokasi tersebut dalam kaitan peresmian pengoperasian Kebun Binatang “Banjar Bungas” yang dikelola Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Banjarmasin tersebut.

Kebun binatang seluas 1,5 hektare tersebut, memang hari itu diresmikan oleh Wali Kota Banjarmasin Haji Muhidin yang didampingi Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) setempat Zulfadlie Gajali dan para pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pemkot setempat.

Selain ada kelompok remaja bermain ular, di lokasi tersebut juga terlihat ada sekelompok remaja putra dan putri lagi bermain satwa musang dan tupai yang tampak jinak, bahkan ada pula yang bermain dengan aneka jenis kucing dan ayam hias.

Melihat asyiknya kelompok remaja tersebut bermain ular, Wali Kota Muhidin mencoba mendekat. Pertama terlihat ekspresi mukanya rada-rada takut. Namun, setelah memegang ular agak besar bewarna kuning keputihan yang dikenal sebagai jenis ular yang disebut Ball Python tersebut, dia tampak lebih berani.

Bahkan, Wali Kota meminta para pencinta reptil untuk diberikan dua ekor sekaligus. Dengan beraninya Wali Kota memegang kedua ular tersebut, satunya dilingkarkan ke lehernya, satu lagi dimainkan di tangan kanan.

Sesekali Wali Kota mendekati para pejabat dan ibu-ibu, serta-merta lagi ibu-ibu berteriak ketakutan. Begitu pula, para pejabat lainnya ada yang takut, tetapi ada pula yang coba-coba memberanikan diri.

“Wali Kota saja berani, masa kita takberani,” kata Sekdako Banjarmasin Zulfadli Gajali seraya mengambil juga dua ekor ular, di antaranya jenis sanca batik yang juga besar.

Melihat kedua petinggi pemkot tersebut bermain ular, kian banyak saja hadirin yang berani mendekat, bahkan ular-ular tersebut menjadi ajang untuk berfoto ria.

Memang di kebun binatang yang berada dalam kota berpenduduk sekitar 700.000 jiwa tersebut terdapat zona reptil, termasuk ular di dalamnya, juga ada biawak, buaya, dan jenis reptil lainnya.

Wali Kota Muhidin merasa bangga adanya kebun binatang tersebut. Menurut dia, dengan adanya kebun binatang itu, kian menambah kesemarakan Kota Banjarmasin yang sudah dikenal sebagai kota tujuan wisata di Tanah Air.

“Saya meminta ke depan kebun binatang ini kian dilengkapi aneka koleksi satwa yang ada di Nusantara, bahkan kalau perlu ada satwa yang berasal dari luar negeri,” katanya.

Sebab, tambahnya, keberadaan sebuah kebun binatang tidak saja akan menjadi daya tarik tersendiri bagi dunia wisata sekaligus menjadi ajang pendidikan dan penelitian.

Apalagi, jika memang terwujud di lokasi ini ada penangkaran binatang Bekantan (Nasalis larvatur) yang merupakan jenis satwa langka berhidung panjang yang menjadi “maskot” bidang fauna Provinsi Kalsel.

Maskot Kalsel bidang floranya adalah tanaman kasturi (Mangifera Kasturi Delmiyana) yang jenis mangga-manggaan buahnya kecil bewarna merah kehitaman jiga sudah masak dan warna hijau selagi muda.

Berdasarkan keterangan upaya penangkaran bekantan tersebut, pihak pengelola kebun binatang akan bekerja sama dengan sebuah komunitas Bekantan Kalimantan yang dinamakan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI).

“Sahabat Bekantan Indonesia sendiri menyatakan bersedia kerja sama tersebut, bahkan suatu kebanggaan karena kian banyak yang akan mencintai satwa yang hanya hidup di Pulau Kalimantan tersebut,” kata anggota SBI Amalia.

Amalia yang berada di lokasi tersebut bersama anggota SBI lain berjanji akan menjadikan Kebun Binatang Banjar Bungas ini sebagai pusat rehabilitasi parimata jenis bekantan sekaligus sebagai objek penelitian dan pendidikan.

Amalia mengakui populasi bekantan di daratan Kalsel terus berkurang setelah banyaknya habitat mereka yang tergusur lantaran penebangan kayu dan pertambangan serta perkebunan.

Melihat kenyataan tersebut, pihak SBI berusaha menyelamatkan satwa yang juga sering disebut sebagai “kera bule” yang masih tertinggal dan juga berusaha menangkarkannya.

 

Kerja Sama KBS

Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Doyo Pudjadi kepada wartawan di Banjarmasin mengakui keberadaan kebun binatang tersebut untuk menyemarakkan dunia keparwisataan kota tersebut.

Menurut Doyo Pudjadi, kebun binatang yang terletak di Kompleks Zahri Saleh, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, tersebut sebagai objek wisata alternatif di kota itu.

Warga Banjarmasin agaknya lebih banyak berwisata ke pusat perbelanjaan seperti mal. “Akan tetapi, warga juga harus disediakan objek wisata yang murah meriah, ya, kebun binatang ini,” kata Doyo Pudjadi.

Mengenai kebun binatang, disebutkan bahwa pengelolaannya akan dilakukan dengan bekerja sama dengan Kebun Binatang Surabaya (KBS), terutama untuk jenis hewan-hewan tertentu yang di KBS ada kelebihan jumlahnya.

Diakuinya dalam pengelolaan dan pemeliharaan satwa, pihaknya belum begitu berpengalaman. Oleh karena itu, pengelolaan ini dikerjasamakan dengan KBS. Semoga lokasi ini lebih bisa berkembang.

Di lokasi kebun binatang ini terdapat sepuluh zona, yakni zona reptil, zona primata, zona burung, dan zona ikan, serta zona-zona lainnya yang menyebar di areal seluas 1,5 hektare.

Lokasi ini juga dilengkapi dengan tempat mandi dan toilet, tempat ibadah, warung cendera mata, serta rumah makan yang menyajikan menu serbamasakan jamur.

“Kami berharap kebun binatang ini akan menjadi pilihan masyarakat bertamasya sebagai alternatif selain ke pusat perbelanjaan atau mal,” katanya.

Lokasi ini mudah dijangkau, pertama masih dalam kota, kemudian akses jalan mudah karena jalan beraspal sampai ke lokasi. Naik angkot juga hanya sekali dari terminal kota sehingga tidak menyulitkan untuk mengunjungi lokasi tersebut.

Agar lokasi ini nyaman, sungai-sungai yang ada di lokasi ini akan dibenahi, akan dilengkapi dengan aneka tanaman hias, dan pohon-pohon peneduh yang rindang.

“Lokasi ini memang sudah terlihat rindang, hingga terasa dingin, tetapi ke depan akan ditambah lagi pohon-pohon rindang ini agar pengunjung bisa terlidungi dari panasnya sinar mentari,” tambahnya.

Pada waktu-waktu tertentu, seperti Sabtu dan Minggu, lokasi ini bisa digelar atraksi atau pertunjukan, baik seni budaya tradisional maupun atraksi wisata lainnya….

 

 

 

 


“LOMBA ANGKAT LUMPUR” TUMBUHKAN SEMANGAT SELAMATKAN SUNGAI

$
0
0

6

Oleh Hasan Zainuddin

 

Banjarmasin,18/9 (Antara)- Satu kelompok terdiri dari enam orang ibu berbaju kaos bercelana panjang begitu bersemangat masuk sungai, lalu tangan mereka begitu cekatan mengeruk lumpur di dasar sungai menggunakan sebuah keranjang rotan, lalu mengangkatnya ke bak sebuah truk yang sudah disediakan di dekat lokasi tersebut.
Tak peduli bedak putih yang berada di wajah para ibu tersebut berubah menghitam setelah hampir seluruh tubuh berlumuran lumpur warna hitam berasal dari sungai Jalan A Yani depan gedung RRI Banjarmasin.
Diiringi suara musik dangdut dari pengeras suara, para ibu-ibu tersebut terus bekerja sambil mengangkat lumpur dengan sesekali berjoget mengiringi irama musik yang dibunyikan panitia penyelanggara dalam lomba angkat lumpur yang kini sudah dibudayakan di wilayah yang berjuluk “kota dengan seribu sungai,” (city with a thousand rivers).
Kelompok ibu-ibu ini satu dari 32 kelompok yang menjadi peserta dalam kegiatan lumba angkat lumpur tahun 2014 yang diselenggarakan Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin, Kalimantan selatan, bekerjasama dengan TNI AL Banjarmasin, pada Minggu (14/9) lalu.
Lomba sendiri dibuka dibuka Komandan Lanal Banjarmasin Letkol Laut (P) Haris Bima Bayuseto didampingi oleh Wali Kota Banjarmasin H Muhidin.
Wali kota Banjarmasin menyatakan terus membudayakan lumba angkat lumpur ini, karena dengan lumba ini selain akan merevitalisasi sungai sekaligus akan menanamkan kecintaan sekitar 700 ribu poenduduk kota untuk memelihara sungai.
“Kedepan lumba angkat lumpur akan ditingkatkan lagi pesertanya diundang 52 kelurahan, kalau perlu akan memperoleh penghargaan MURI,” kata wali kota.
Dalam lomba keluar juara Kelompok PMK Sinar Daha berhak Rp10 juta rupiah, disusul kelompok Maya Daha Rp7,5 juta, lalu ketiga Kelompok Ikan Haruan Rp5 juta,tiga kelompok ini juga berhak atas tropy.
Lomba kaitan memperingati hari jadi Kota Banjarmasin ke- 448 dan HUT TNI AL ke- 69 tersebut bertujuan agar masyarakat lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan disekitarnya, khususnya memelihara sungai.

 

Revitalisasi Sungai

 

 

 

Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Drainase (SDA) Banjarmasin Muryanta yang ikut dalam kelompok lomba dengan tersengal-sengal menahan nafas lantaran kelelahan merasa gembira melihat antusias ratusan orang peserta dalam lomba ini.
“Ini tampaknya paling ramai dibandingkan dengan lumba angkat lumpur dari tahun-tahun sebelum-sebelumnya, moga kedepan kian ramai lagi,” kata Muryanta yang kelompoknya dari kantor SDA tidak memperoleh kemenangan dalam lomba tersebut.
Menurutnya,lumba ini berdampak positif dalam upaya pemerintah mensosialisasikan kebersihan sungai, karena kepedulian masyarakat memelihara sungai kunci sukses menghidupkan kembali keberadaan sungai sebagai sarana transportasi, drainase, dan kelestarian lingkungan hidup.
Di Banjarmasin sendiri terdapat 105 sungai besar dan kecil, yang besar Sungai Barito dan Sungai Martapura, dari jumlah itu sebanyak 30 persen sungai-sungai tersebut sudah mati karena sendimentasi, diserang gulma, dan karena tersita oleh pemukiman penduduk dan pembangunan perkotaan.
Apalagi kedepan dalam kebijakan Pemkot setempat akan menjadikan sungai sebagai urat nadi perekonomian, mengingat wilayah ini tidak memiliki sumberdaya alam seperti hutan, tambang, pertanian, perkebunan, dan lainnya.
Salah satu yang dipilih mendongkrak ekonomi adalah sungai, makanya sungai harus dihidupkan lagi sebagai sarana transportasi, khususnya dibenahi untuk dunia kepariwisataan mengingat kota ini sudah dikenal luas sebagai kota wisata sungai di tanah air.
Upaya membenahi sungai tersebut sudah dilakukan Pemkot Banjarmasin melalui kantor SDA yang menghabiskan dana sudah ratusan miliar rupiah lebih yang dilakukan secara bertahap.
Mulai dengan pembebasan beberapa lokasi bantaran sungai yang kumuh menjadi sebuah kawasan pertamanan yang indah.
“Lihat saja tepian Sungai Martapura, baik yang di Jalan Sudirman, Jalan Piere Tendean, setelah dibebaskan dari pemukiman kumuh, sekarang sudah menjadi kawasan wisata yang menarik dan menjadi ikon kota,”tuturnya.
Kemudian Pemkot Banjarmasin juga bertahap pembebasan tepian Sungai Kerokan, Sungai Teluk Dalam, Sungai Kuripan, Sungai Jalan Veteran dan beberapa lokasi lain yang sudah menghabiskan dana tak sedikit itu.
Pembenahan sungai tersebut karena arah pembangunan berkelanjutan kota ini yang dicanangkan sejak tahun 2009 lalu adalah berbasis sungai.
Dengan arah pembangunan berkelanjutan berbasis sungai maka tak ada pilihan lain selain bagaimana agar sungai-sungai bisa menjadi daya tarik ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.
Pemkot juga membangun sejumlah dermaga pada titik strategis menghidupkan kepariwisataan sungai tersebut. Dermaga dimaksud juga mengembalikan kejayaan angkutan sungai Kota Banjarmasin, seperti lokasi siring sungai Jalan Tendean dan Ujung Murung.
“Kalau di Banjarmasin ini terdapat 15 jembatan berarti yang kita bangun dermaga nantinya sebanyak 15 buah,” tutur Muryanta.
Maksudnya dengan adanya dermaga dekat jembatan itu maka akan memudahkan masyarakat bepergian kemana-mana, baik melalui angkutan sungai maupun angkutan darat.
Mereka yang melalui angkutan sungai bisa singgah di dermaga dekat jembatan kemudian bepergian lagi lewat angkutan darat kemana mereka mau, dengan demikian maka menghidupkan angkutan sungai maupun angkutan darat, tambahnya.
Mengenai pembangunan siring sebagai lokasi “waterforont city” menuju kota metropolis akan memanjang hingga lima kilometer, yang diyakininya selesai 10 tahun, padahal target sebelumnya itu baru bisa dikerjakan selama 25 tahun.
Optimistis mampu merampungkan proyek tersebut didasari dengan kenyataan yang ada selama lima tahun terakhir ini saja sudah dibangun tiga kilometer. Tiga kilometer tersebut seperti sepanjang siring di Jalan Piere Tendean, eks SMP-6, serta Jalan Sudirman.
Tinggal penyelasaian antara Siring eks SMP 6 ke pekapuran hingga ke Jalan RK Ilir tepatnya hingga Tempat Pendaratan Ikan (TPI) air tawar Jalan RK Ilir,tambahnya.
Tiga kilometer proyek siring tersebut sudah menghabiskan dana sedikitnya Rp75 miliar, sebagian besar atau Rp60 miliar berasal dari dana APBN melalui Balai Besar Sungai Kementerian PU, sisanya melalui APBD Pemprov Kalsel, serta APBD Kota Banjarmasin.
Untuk menyelasaikan sepanjang lima kilometer proyek siring tersebut maka dibutuhkan dana sedikitnya Rp150 miliar lagi, katanya seraya menyebutkan bahwa proyek siring dikerjakan sejak tahun 2008.
“Kami akan lanjutkan pembangunan siring Sungai Martapura, agar kota kita tambah indah dan nyaman, hingga nantinya terdapat pusat kuliner ketupat seperti di Pekapuran serta pusat cendramata kain Sasirangan di kampung Seberang Masjid,” tambah Muryanta.
Apalagi sekarang sedang diselesaikan proyek menara pandang Rp14 miliar berlantai empat yang berarsitektur khas budaya Banjar di lokasi siring Pire Tendean menambah kesemarakan kota yang berada paling selatan pulau terbesar nusantara ini.
Kawasan lain yang segera dibenahi wisata sungai sebagai sentra kuliner, yakni di Desa Pekapuran, khususnya ketupat mengingat di lokasi tersebut banyak sekali perajin makanan tersebut. Jika terbangun siring mempermudah wisatawan mendatangi sentra kuliner ketupat baik melalui sungai maupun melalui darat.
Pembangunan siring Desa Pekapuran tak masalah karena dana akan diperoleh bantuan Balai Besar Sungai Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Tinggal bagaimana mendanai pembebasan terhadap bangunan lama atau pemukiman penduduk wilayah itu, antara Jembatan Dewi terus ke Pekapuran atau menmyambung siring terdahulu.
Di Desa Pekapuran banyak perajin ketupat menyebar di lingkungan RT 1, RT 2, RT 3, RT 4, RT 5, RT 6, hingga lingkungan RT 7. Tadinya membuat ketupat hanya penduduk asli setempat, tetapi setelah potensi ekonomi membuat ketupat begitu menjanjikan sehingga belakangan banyak pendatang yang juga ikut-ikutan menjadi perajin ketupat.
Di desa tersebut bukan saja mereka yang hanya mengayam daun kelapa dan daun nifah menjadi kulit ketupat, tetapi tak sedikit yang menjadi pedagang grosir, pedagang eceran, sampai mereka yang bertindak sebagai pencari bahan baku daun kelapa dan daun nifah.
Kawasan tersebut ramai pengunjung untuk membeli ketupat, apalagi jika menjelang idul Fitri dan Idul Adha.
Selain itu Pemkot juga membangun wisata bantaran sungai Desa Seberang Masjid
sebagai kawasan cendramata Kain Sasirangan, serta pusat souvenir lainhya.
Bila semua fasilitas wisata sungai dibenahi termasuk penyediaan sarana angkutan seperti kapal-kapal wisata, spead boat, klotok, dan pembenahan pasar terapung, pemukiman terapung, industri terapung, dan kehidupan sungai lainnya ditambah akomodasi penginapan yang memadai maka akan mewujudkan sungai sebagai penggerak ekonomi masyarakat melalui dunia kepariwisataan.

 


DEBU DAN ASAP CEMASKAN KESEHATAN WARGA BANJARMASIN

$
0
0

sungai awang

Sungai Awang/Sungai Andai Banjarmasin terserang kabut asap

 

 

Oleh Hasan Zainuddin
Sudah berulang kali Ibu Saniah (45 th) ke rumah sakit lantaran penyakit asmanya kambuh di saat musim kemarau belakangan ini.

Sebenarnya dia enggan ke luar rumah yang tinggal di bilangan kilometer tujuh Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, tetapi karena ia harus bekerja sebagai seorang guru pada sekolah di bilangan Gambut Kabupaten Banjar, mengharuskannya terus berangkat tiap hari menggunakan sepeda motor.

Hal serupa juga dialami banyak orang di kota berpenduduk sekitar 700 ribu jiwa ini, sehingga rumah sakit maupun Puskesmas sering menerima pasien lantaran sesak nafas serta infeksi saluran bagian atas (Ispa) yang merupakan penyakit paling banyak diderita warga.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin Drg Diah R Praswati mengakui Ispa merupakan penyakit paling banyak menyerang warga Banjarmasin, dan itu bisa dilihat dari sepuluh besar penyakit yang terdata di Puskesmas dan rumah sakit.

Ispa muncul terutama lantaran cuaca yang buruk, serta akibat pencemaran debu dan asap yang melanda udara di sekitar wilayah ini, disamping pola hidup masyarakat yang kurang memperhatikan paktor kesehatan.

Sementara Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Banjarmasin Drs Hamdi tak menyangkal jika wilayahnya belakangan ini tercemar debu dan asap bekas pembakaran lahan persawahan dan semak belukar, khususnya di musim kemarau belakangan ini.

“Lihat saja hari-hari belakangan ini udara Banjarmasin begitu kotor, ditandai beterbangannya “kelatu” (benda hitam bekas dedaunan semak belukar terbakar) beterbangan di udara Banjarmasin,” katanya.

Beberapa warga mengeluhkan keberadaan kelatu ini, sebab pekarangan yang tadinya bersih sebentar saja jadi kotor oleh kelatu, cucian pakaian warga yang basah saat dijemur di luar rumah juga kotor terkena benda ini.

Memang sudah menjadi kebiasaan saat musim kemarau warga membuka lahan pertanian dan perkebunan membakar lahannya agar mudah membersihkan lahan untuk penanaman.

Tetapi tak jarang pembakaran lahan tersebut kemudian merembes ke semak belukar secara meluas bahkan ke lahan gambut yang sulit dipadamkan apinya, dan terus menerus mengeluarkan asap sepanjang hari.

Akibat dari itu maka udara Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, dan Kota Banjarbaru belakangan ini benar-benar kotor oleh asap pembakahan lahan tersebut, bahkan penerbangan di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin beberapa kali terganggu ditandai penundaan penerbangan akibat jarak pandang terbatas.

Menurut Hamdi bukan hanya asap mengotori udara Banjarmasin ini tetapi juga partikel seperti debu dan gas yang melebihi ambang batas.

BLHD Banjarmasin pernah melakukan pengujian kualitas udara di lima titik seperti perempatan Belitung, Sungai Andai, Kayu Tangi, A Yani, dan Trisakti.

Parameter kandungan pencemaran udara yang diuji meliputi, suspended particuler atau debu, carbon monoksida (CO2), sulful dioksida (SO2), ozon atau oksigen (O3), nitrogen dioksida (NO2), amoniak (NH3), sulfida (H2S), kebisingan udara, serta kelembaban PM 10 (debu paling halus).

Dari pengujian itu, kalau kualitas udara dengan partikel debu dan kebisingan berada diambang batas tertinggi, yang tertinggi ada di kawasan Pelabuhan Trisakti.

Idealnya kandungan partikel debu di udara sekitar 230 miligram per meterkubik tetapi di kawasan Jalan Lingkar Selatan sudah mencapai 457 miligram per meterkubik.

Munculnya debu di daerah itu karena aktivitas kenderaan bermotor lebih tinggi di bandingkan daerah lain, khususnya truk besar yang lalu lalang menuju pergudangan dan pelabuhan ke berbagai daerah lain.

Melihat kondisi musim kemarau serta adanya kebiasaan masyarakat yang membuka lahan dengan cara membakar. Hamdi meyakini tingkat polusi udara bertambah.

“Saat ini udara pagi dan malam hari dapat dikatakan kurang sehat lagi karena sekarang sudah diselimuti asap,” ujar dia.

Kondisi tersebut berdampak akan pada kesehatan, dan mengganggu pernafasan, makanya ia mengimbau warga yang keluar rumah menggunakan masker untuk mengurangi terhirupnya asap.

Selain itu, udara Banjarmasin masih ada kandungan timbal akibat bahan bakar yang dipakai mengandung timah hitam, padahal bahan bakar sudah dilarang yang mengandung timah hitam.

Menyinggung gas buang ke udara di wilayah tersebut disebutkannya secara umum, emisi atau gas buang dari 2000 sampel kendaraan bermotor yang memakai bahan bakar premium masih bagus.

Tetapi yang menggunakan bahan bakar solar 50 persen emisi yang dihasilkan masih tidak standar atau diatas ambang batas.

Selain pemantauan BLHD Kota Banjarmasin yang menunjukan kurang sehatnya udara wilayah ini , juga dibuktikan hasil pemantauan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) Provinsi kalimantan Selatan.

Hasil pemantauan Bapedalda Kalsel yang pernah termuat di salah satu media setempat beberapa waktu disebutkan bahwa pemantauan itu dilakukan secara acak (grab sampling) yang sifatnya sesaat berdasarkan keperluannya.

Hasil pemantauan kualitas udara tersebut menunjukkan bahwa kandungan debu (PM10) terhadap udara berada di atas baku mutu.

Begitu juga dengan kandungan karbon monoksida (CO) dari hasil pemantauan yang rata-rata di atas ambang batas normal 30 mg/m2. Sedangkan kandungan timah hitam (Pb) juga melebihi baku mutu 2,0 mg/m2.

Pencemaran udara diakibatkan oleh lepasnya zat pencemar ke udara dari berbagai sumber, baik bersifat alami maupun aktivitas manusia (antropogenik).

Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 mengenai pengelolaan udara, sumber pencemar didefinisikan sebagai setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Sumber pencemar dalam lima kelompok, yaitu sumber bergerak, misal kendaraan bermotor, sumber bergerak spesifik, misal kereta api, sumber tidak bergerak, sumber emisi yang tetap pada suatu tempat, sumber tidak bergerak spesifik, seperti kebakaran hutan dan pembakaran sampah, dan sumber gangguan, atas penggunaan media udara atau padat dalam penyebarannya, seperti kebisingan, getaran, dan bau.

Bahaya Asap

Kerisauan warga wajar lantaran asap bekas kebakaran hutan membahayakan kesehatan, karena berdasarkan catatan asap pembakaran menghasilkan polutan berupa partikel dan gas, partikel itu silika, oksida besi, dan alumina, gas yang dihasilkannya adalah CO,CO2,SO2,NO2, aldehid, hidrocarbon, dan fluorida.

Polutan ini, berpotensi sebagai iritan dapat menimbulkan fibrosis (kekakuan jaringan paru), pneumokoniosis, sesak napas, elergi sampai menyebabkan penyakit kanker.

Berdasarkan pedoman Depkes tentang pengendalian pencemaran udara akibat kebakaran hutan terhadap kesehatan ditetapkan katagori bahaya kebakaran hutan dan tindakan pengamanan berdasarkan ISPU.

ISPU , saat ini berbahaya bagi semua orang, terutama balita, ibu hamil, orang tua, dan penderita gangguan pernapasan.

Dampak asap begitu luas, jangka pendek asap yang berupa bahan iritan (partikel) akibat pembakaran lahan berdampak negatif terhadap kesehatan.

Pengaruhnya dalam jangka pendek itu adalah niengiritasi saluran pernafasan dan dapat diikuti dengan infeksi saluran pernafasan sehingga timbul gejala berupa rasa tidak enak di saluran pernafasan.

Gejalanya seperti batuk, sesak nafas (pneumonia) yang dapat berakhir dengan kematian.

Selain itu asap juga mengiritasi mata dan kulit, mengganggu pernafasan penderita penyakit paru kronik seperti asma dan bronchitis alergika.

Sedang gas CO pada asap dapat juga menimbulkan sesak nafas, sakit kepala, lesu, dan tidak bergairah serta ada perasaan mual.

Dampak jangka panjang bahan-bahan mengiritasi saluran pernafasan dapat menimbulkan bronchitis kronis, emfisema, asma, kanker paru, serta pneumokoniosis.

Melihat kenyataan tersebut, perlu dilakukan pengendalian dampak asap pembakaran lahan dan hutan di wilayah ini.


HARGA KARET ANJLOK DAN PETANI KALSEL PUN MENJERIT

$
0
0

KARET

 

Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin, 28/9 (Antara)- Anjloknya harga karet belakangan ini melahirkan kerisauan di kalangan petani Kalimantan Selatan, termasuk di Kabupaten Kabupaten Balangan.

Muhamad (25) petani karet desa Maradap, Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan, mengakui akibat turunnya harga komoditas tersebut pendapatan petani juga anjlok.

Bayangkan saja harga karet jenis lum, saat normal antara Rp15 ribu hingga Rp20 ribu per kilogram, sementara harga berlaku sekarang yang dibeli kalangan pedagang pengumpul yang datang ke kampung-kampung hanya antara Rp4 ribu-Rp5 ribu saja per kilogram.

Rendahnya harga karet tersebut melemahkan semangat kalangan petani setempat untuk mengembangkan lahan kebun karet lebih luas lagi, padahal belakangan kegairahan berkebun karet telah hidup di wilayah kaki Pegunungan Meratus tersebut.

“Kita berharap harga karet kembali membaik, seperti sedia kala agar petani kembali bergairah,” katanya.

Ia mengkhawatirkan turunnya harga karet tersebut lantaran permainan spekulan atau para pedagang pengumpul yang bersekongkol dengan para pengusaha pabrikan. Sebab, kabar yang ia peroleh harga karet tersebut ternyata cukup baik di daerah lain, seperti di Kalimantan Tengah atau bagian Indonesia lain.

Menurut dia, bila harga turun tersebut berlangsung lama dikhawatirkan akan menambah kemiskinan di kalangan penduduk Kabupaten Balangan yang merupakan wilayah kabupaten pemekaran dari Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) tersebut.

Sebab, katanya, harga berbagai kebutuhan pokok di kawasan tersebut begitu mahal, harga gula pasir saja tercatat Rp15 ribu per kilogram, sehingga harga karet yang anjlok tak mampu menutupi kebutuhan sehari-hari.

Belum lagi harga beras, ikan, dan kebutuhan lainnya terus melambung yang semua itu terus memberatkan petani setempat.

Kerisauan tentang anjloknya harga karet tersebut hampir merata di kalangan penduduk yang meyoritas berkebun karet itu.

Oleh karena itu berbagai saran dan pendapatpun bermunculkan menanggapi turunnya harga barang dagangan ekspor andalan Indonesia tersebut.

Seperti diutarakan Kadir (40) penduduk Desa Panggung, Paringin Selatan ini yang berharap adanya semacam badan atau lembaga yang bisa menjadi penyangga produksi karet alam.

Harga yang berfluktuasi yang begitu tajam belakangan ini sangat merugikan petani karet, dan karena itu diperlukan badan atau lembaga penyangga agar harga bisa stabil, kata Kadir, tokoh masyarakat yang sering disebut Bapak Anum ini.

Ia sendiri mengaku sangat sedih melihat kondisi petani karet belakangan ini yang selalu terombang-ambing oleh fluktuasinya harga karet.

Dengan harga yang turun naik begitu tajam membuat petani menjadi bingung, dan bahkan tidak sedikit ingin berpaling ke usaha lain.

Alasan mereka karet yang tadinya sebuah usaha menjanjikan kini dinilai sebuah usaha yang mengancam kehidupan, karena dengan harga semurah itu maka hasil yang diperoleh petani tidak akan sebanding dengan harga kebutuhan yang lain.

“Bayangkan saja harga satu kilogram gula pasir Rp15 ribu poer kilogram, bila harga karet hanya Rp5 ribu per kilogram berarti untuk memperoleh satu kilogram gula pasir harus menghasilkan tiga kilogram karet,” kata Kadir.

Oleh karena itu, Kadir berharap pemerintah turun tangan mengatasi harga karet tersebut, dengan membentuk sebuah badan atau lembaga semacam Depot Logistik (Dolog) yang mampu menyangga produksi beras petani.

Sebab, katanya, bila harga karet membaik maka usaha lain seperti industri rumah, bertani sawah, petambak ikan, dan usaha lainnya juga ikut bergairah karena warga punya uang dan mampu membeli produksi usaha lainnya tersebut.

Melalui badan atau lembaga, baik yang didirikan tersendiri oleh pemerintah, atau melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau di bawah departemen Perdagangan akan mempu menjaga harga karet.

Melalui badan atau lembaga tersebut, bila membeli karet petani dengan harga wajar, kemudian badan atau lembaga tersebut bisa mendirikan pabrik karet di lokasi sentra perkebunan.

Dengan demikian maka karet alam petani tidak lagi dikuasai oleh sekelompok pengusaha yang memiliki “kaki-tangan” seperti para pedagang pengumpul yang datang ke kampung-kampung.

Kelompok pengusaha dan kaki tangan serta para tengkulak itu yang selama ini mempermainkan harga karet petani, sehingga petani benar-benar tak berkutik dan pasrah menghadapi keadaan dengan anjloknya harga karet tersebut.

Menurut Kadir melalui badan yang dikelola pemerintah tersebut pula kalau perlu merubah kebiasaan hanya mengekspor karet mentah keluar negeri, tetapi menciptakan industri yang berbahan baku karet seperti ban kendaraan di dalam negeri.

Kemudian ban kendaraan tersebut yang diekspor sehingga memiliki nilai tambah yang berlipat ganga dibandingkan hanya ekspor karet mentah.

Apalagi luasan kebun Kalsel begitu memadai untuk menciptakan industri berbahan baku karet di wilayah ini.

Produsen baru

Seorang pemerhati perkaretan Indonesia Asril Sutan Amir menilai munculnya beberapa negara produsen baru di dunia menyebabkan harga karet dunia belakangan ini menjadi anjlok.

Dengan munculnya negara-negara produsen baru yang memiliki kebun karet cukup luas menyebabkan prouksi karet dunia melimpah akhirnya harga turun, kata Asril Sutan Amir yang dikenal sebagai mantan Ketua Gabungan Pengusaha Pabrik Karet Indonesia (Gabkindo) saat berada di Banjarmasin.

Asril Sutan Amir yang kini menjadi penasehat organisasi Gabkindo tersebut menyebutkan negara produsen baru tersebut, seperti Laos, Vietnam, Myanmar,dan Kamboja yang memproduksi karet cukup besar hingga menekan harga karet dunia termasuk Indonesia.

Negara produsen baru tersebut mengembangkan jenis karet unggul dengan tingkat produksi tinggi hingga 2000 kilogram per hektare per tahun, jauh lebih tinggi dari tingkat produksi karet Indonesia yang hanya rata-rata 600 kilogram per hektare per tahun.

Negara-negara tersebut juga lebih mudah memasarkan produksi karetnya terutama ke negara konsumen terbesar dunia, yakni negara Tiongkok karena dari negara mereka bisa disuplai melalui angkutan darat.

Sementara kalau karet di Indonesia harus diantarpulaukan dulu baru di kapalnya ke negara besar tersebut, kata Asril.

Selain itu, anjloknya harga karet alam dunia tersebut tak terlepas dari masih terjadinya resesi ekonomi dunia khususnya di Uni Eropah dan Amerika Serikat yang juga termasuk negara konsumen terbesar karet alam.

Kendati demikian, harga karet ke depan tetap akan membaik, lantaran kalau hanya mengandalkan hasil negara produsen baru tersebut tentu tidak akan mencukupi dengan tingkat tingginya konsumen karet alam dunia khususnya pabrik ban kendaraan bermotor.

Semakin maju sebuah negara pasti semakin tinggi pemakaian ban kendaraan bermotor dan hal itu tentu akan memberikan tingkat permintaan karet juga tinggi akhirnya akan mendongkrak harga karet tersebut.

Oleh karena itu, ia meminta kepada petani karet Indonesia tetap mengembangkan tanaman karet, seraya memperbaiki kualitas yang dihasilkan agar harga bisa lebih baik, sebab tambahnya rendahnya harga karet di Indonesia karena diproduksi secara asal-asalan bukan sesuai standar yang diinginkan pasar.

Tanggung jawab Pemprov

Di sisi lain Asril Sutan Amir meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) menyelamatkan keberadaan petani karet yang belakangan hidup mereka terpuruk lantaran harga karet yang berada pada titik terendah itu.

“Kondisi karet yang murah di tingkat petani Kalsel, bisa menghapus julukan Kalsel sebagai daerah produsen karet alam Indonesia, karena itu pemerintah harus menyelamatkan kondisi tersebut,” katanya.

Berdasarkan pemantauan Gapkindo Kalsel harga karet di beberapa kabupaten produsen karet alam cukup bervariasi, yang tertinggi di Kabupaten Tanah Bumbu dengan harga antara Rp6.000 hingga Rp8.000 per kilogram, tetapi yang sangat rendah Rp3.000 hingga Rp4.000 seperti di sentra karet Kabupaten Balangan.

Walau harga bervariasi tetapi dibandingkan dengan sebelumnya harga karet tersebut anjlok, karena harga karet pernah sentuh dengan harga Rp35.000,- hingga Rp40.000,- per kilogram.

Harga karet murah tersebut memang berlaku seluruh Indonesia tetapi untuk wilayah Kalsel yang paling rendah, lantaran kualitas yang dihasilkan petani setempat sangat jelek yang dikenal dengan istilah karet lum atau karet asalan.

Kalau hal tersebut terus dibiarkan maka bisa membuyarkan keinginan masyarakat setempat untuk mengelola kebun karet, padahal tanaman karet salah satu tanaman yang sangat ramah lingkungan.

Oleh karena itu, harus ada tindakan pemerintah untuk menyelamatkan dari keterpurukan petani karet tersebut, umpamanya dengan memberikan penyuluhan agar petani karet tidak lagi memproduksi karet asalan, tetapi karet lembaran kering yang berharga mahal.

Kemudian pemerintah harus memberikan bibit gratis terhadap petani setempat untuk mengubah kebiasaan membudidayakan pohon karet lokal ke jenis karet unggul.

Karena salah satu penyebab karet Kalsel anjlok tersebut karena lateks yang dihasilkan berasal dari pohon pohon karet lokal yang tumbuh secara alamiah, bukan dari pohon karet unggul yang pembudidayaannya diberlakukan sesuai kaidah yang benar.

Menurutnya ada jenis bibit karet unggul yang murah tetapi berkualitas yakni jenis IRR dengan produksi lateks banyak berpohon besar dan memiliki tingkat kekentalan lateks yang baik dan harga bibit murah sekitar Rp6.000,- saja per batang.

Bila adanya upaya petani yang didukung pemerintah melakukan peremajaan karet dari karet lokal menjadi karet unggul, ditambah perbaikan kualitas karet yang diolah dipastikan akan merubah harga yang murah menjadi harga yang baik, petani yang terpuruk menjadi petani yang kembali makmur.


BANDARA INTERNASIONAL SOLUSI LONJAKAN ANGKUTAN UDARA KALSEL

$
0
0

Oleh Hasan Zainuddin

foto_600kantor-cabang-bandar-udara-internasional-syamsuddin-noor-mr-admin-77d4970a39ac632d6d2ed5c0b2e81bf94dc99c01syamsudin-noor
Banjarmasin, 30/9 (Antara) – Perkembangan angkutan udara melalui Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin, Kalimantan Selatan, begitu pesat seiring dengan perkembangan pembangunan dan dunia investasi di wilayah tersebut.

Meningkatnya perkembangan angkutan udara bisa dilihat dari pergerakan pesawat lepas landas dan mendarat di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin, tahun 2013 sebanyak 32.083 dengan pertumbuhan 14 persen per tahun.

Sementara pergerakan penumpang datang maupun berangkat di Bandara Syamsudin Noor tercatat 3.848.263 orang, kata Kabid Lalu lintas Udara Finas Perhubungan Kalsel Ismail di kantornya Banjarmasin, Selasa.

Dengan jumlah pergerakan penumpang sebanyak itu pada tahun 2013 berarti ada pertumbuhan sebanyak 17,5 persen per tahun.

Melihat pertumbuhan pergerakan pesawat dan penumpang begitu besar di Bandara Syamsudin Noor tersebut menunjukan bahwa kapasitas Bandara tersebut belakangan ini tidak ideal lagi dalam upaya memberikan pelayahan yang baik dan nyaman.

Bandara itu sekarang hanya mampu menampung pergerakan penumpang sekitar satu juta penumpang saja per tahun, tetapi pada tahun 2013 sudah mencapai 3.848.263 orang.

Untuk jumlah masyarakat Kalsel yang ingin beribadah umrah ke Tanah Suci Mekkah saja yang harus melewati Bandara Syamsudin Noor terus meningkat pula.

Data tahun 2014 (Januari hingga Juli) warga yang berangkat umrah melalui Bandara tersebut sudah mencapai 11.598 orang suatu jumlah yang luar biasa banyaknya, atau rata-rata ada 1.656 orang per bulan berangkat umrah melalui lokasi ini.

“Jika diasumsikan mereka yang berangkat umrah sebanyak itu menggunakan pesawat besar jenis Airbus 330, maka dapat melakukan penerbangan lima kali penerbangan setiap bulannya,” katanya.

Belum lagi jumlah penerbangan haji. Jumlah mereka yang sudah mendaftar haji di Kalsel begitu membludak mungkin ratusan ribu orang, bagi yang ingin berangkat haji dan mendaftar sekarang itu antrean atau daftar tunggu hingga 24 tahun kedepan.

Potensi wisata yang juga begitu besar memasuki wilayah Kalsel via Bandara Syamsudin Noor. Berdasarkan data yang diambil dari Dinas Pariwisata Kalsel potensi wisata besar karena jumlah wisatawan dari mancanegara tahun 2013 sebanyak 25.503 orang.

Tentu saja jumlah wisatawan mancanegara tersebut akan lebih meningkat jika adanya rute penerbangan internasional langsung ke Banjarmasin.

Melihat kenyataan tersebut sudah sewajarnya Bandara tersebut Udara dikembangkan lebih luas lagi, terutama berbagai fasilitas, seperti terminal keberangkatan, terminal kedatangan, serta adanya lokasi untuk petugas imigrasi, kepabianan, serta karantina.

Jika semua sudah terwujud dengan baik maka wajar jika Bandara ini menjadi sebuah Bandara internasional.

Bandara internasional

Melihat perkembangan Bandara Syamsudin yang begitu pesat telah melahirkan keprihatinan banyak pihak dan kemudian berkeinginan untuk mengembangkan bandara tersebut dari Bandara domestik menjadi internasional.

Kepala Seksi Penerbangan Udara M Arief Dishub Kalsel menambahkan keinginan untuk menjadikan Bandara Syamsudin Noor menjadi Bandara internasional begitu kuat menyusul meningkatnya jumlah penumpang dan penerbangan, selain meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang rata-rata di atas lima persen.

Dasar menjadikan bandara tersebut sebagai bandara internasional bisa dilihat dari Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 11 tahun 2010 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional yang menyebutkan penggunaan Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin sebagai Bandara Internasional Haji.

Selain itu ada juga Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 69 tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional yang menyebutkan penggunaan Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin sebagai bandara domistik.

Melihat kenyataan tersebut, pada tahun 2012 Pemerintah Provinsi Kalse) membuat analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) pengembangan Bandara Syamsudin Noor yang dirancang dijadikan bandara internasional.

Itu telah disahkan dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidupnomor 416 2013 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pengembangan Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin.

Rencana induk pengembangan Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin telah disahkan oleh Menteri Perhubungan melalui Keputusan Menteri Perhubungan nomot KP 27 tahun 2012.

Semua itu dilakukan setelah diketahui Bandara ini sejak tahun 2004 menjadi embarkasi haji untuk jemaah haji Kalsel dan Kalimantan Tengah (Kalteng).

Selain itu ada keseriusan Changi Airport Group untuk membuka rute penerbangan Singapura-Banjarmasin dan dinyatakan dengan mengundang pertemuan di Hotel Indonesia Kempinsky Jakarta tanggal 3 September 2014 antara Pemerintah Provinsi Kalsel dan beberapa airline yang siap menerbangi rute tersebut.

Hal lain adanya keinginan maskapai penerbangan Air Asia yang membuka rute penerbangan langsung Kuala Lumpur- Banjarmasin.

Melihat kenyataan itulah maka PT Angkasa Pura I sudah menjadwalkan pelaksanaan “groundbreaking” pembangunan terminal baru yang direncanakan pada pertengahan bulan Oktober 2014, seiring dalam proses pembangunan kelengkapan fasilitas CIQ (custom, immigration, quarantine) disiapkan dalam terminal transisi (renovasi terminal existing).

Kemudian Pemerintah Provinsi Kalsel telah pula berkoordinasi dengan Kantor Imigrasi Kelas I Banjarmasin, Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Banjarmasin Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin, Balai Karantina Ikan Kelas II Syamsudin Noor dan KPP Bea Cukai Tipe Madya Pabean B Banjarmasin untuk melengkapi fasilitas CIQ, sebagai pendukung menjadi bandara internasional, dimana semuanya menyatakan kesiapannya.

“Kalau terminal kedatangan dan keberangkatan direnovasi dengan standar bandara internasional, ditambah adanya fasilitas CIQ, maka bandara ini sudah bisa dinyatakan bandara internasional,” kata M Arief didampingi staf yang lain Hasby.

Menyinggung rencana pengembangan Bandara Syamsudin Noor disebutkankanya sesuai rencana induk prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo, sesuai Keputusan Menteri Perhubungan nomor KP 27 tahun 2012 tertanggal 6 Januari 2012.

Berdasarkan data yang diperoleh penulis menunjukkan rencana pengembangan bandara tersebut dilakukan secara bertahap.

Sebagai contoh saja antara lain landasan pacu (runway) eksisting 2010 2500×45 meter fasee I dan pada fese II menjadi 3.000×45 m2. Strip landas pacu (runway strip) 2740×300 m2 fase I dan pad afase II menjadi 3240×300 m2.

Penumpang per tahun internasional 14.990 jadi 26.844, penumpang domistik 2.576.471 m2 pada fase I menjadi 4.865.549 fase II menjadi 6.635.099 penumpang, transit 32.879 fase I 288.410 fase II menjadi 369.189.

Pergerakan pesawat internasional per tahun fase I 375 buah menjadi 671 pada fase II, pesawat domestik eksisting 2010 22.236 fase I 45.159 dan pada fase II 60.237 pesawat, kargo 22.297 ton per tahun pada fase I menjadi 44.000 ton dan fase II 60.000 ton per tahun.

Kemudian pesawat terbesar jenis B 767 fase I dan II bisa didarati B 747, landas hubung (taxiway) eksisting 2010 empat buah, fase I menjadi lima buah dan fase II jadi enam buah.

Bangunan terminal penumpang 9.043 m2 fase I menjadi 6.600 dan fase II jadi 50.00) m2, bangunan VI dari 150 jadi 400 m2, areal parkir publik 4.579 jadi 36,153 m2 dan kemudian fase II jadi 52.554 m2, areal parkir roda dua dari 330 jadi 495 m2, areal parkir taksi 2.764 m2 jadi 3.386 m2, areal parkir bus 1.250 m2, shelter taksi 800 jadi 1.200 m2, shelter bus 800 menjadi 1.200 m2.

Kantor administrasi 776 jadi 2.000 m2, menara pengawas lalu lintas udara 36 m2, kantor operasi 475 jadi 1.100 dan 1.300 m2, balai pertemuan 1.200 m2, fasilitas BMG 72 jadi 1.100 m2, “apron service building” 589 jadi 1.200 m2, “GSE maintenance” 2,800 m2, kantor administrator bandara 600 m2, fasilitas CIQ 2.000 m2, fasilitas ibadah (masjid) 2.500 m2, gardu PLN 200mk2.

Kemudian, gardu Telkom 200 m2, kantin karyawan 300 m2, bangunan sumber air 49 jadi 600 m2, “airport maintenance building” 554 men jadi 600 m2, poliklinik 300 m,2 bengkel kerja mekanikal dan elektrikal 600 m2, bangunan jasa boga (katering) 3.000 m2.

Walau ada keinginan kuat mengubah bandara ini menjadi bandara internasional ternyata pelaksanaannua tak segampang yang dibayangkan. Sebagai contoh, orosesnya terkendala alotnya pembebasan lahan masyarakat. Baru sebagian yang dibebaskan dari luas lahan 108 hektere yang akan dibebaskan.

Kendati adanya berbagai permasalah namun jika semua pihak sepakat untuk menciptakan bandara tersebut sebagai bandara internasional, maka kendala tersebut akan mudah diatasi sehingga daerah ini akan maju dan menjadi diperhitungkan baik secara nasional maupun internasional.


KULAAN BANJAR BANUA ERATKAN PERSAUDARAAN DENGAN KULAAN MALAYSIA

$
0
0

erat

Banjarmasin, (Antaranews Kalsel)- Forum Silaturahmi Kulaan Banjar Banua (Kalimantan Selatan), sepakat mengeratkan tali persaudaraan dengan Pertubuhan Banjar Malaysia setelah melakukan pertemuan di negara jiran tersebut.

Anggota Forum Silaturahmi Kulaan Banjar Banua (FSKB) , Mohamad Ary di Banjarmasin sepulangnya dari Malaysia, Senin menuturkan, setelah melakukan perjalanan selama sembilan hari banyak pengalaman yang didapat dalam upaya menyambangi pemukiman-pemukiman Suku Banjar yang berada di negeri seberang tersebut.

Rombongan FSKB sebanyak 19 orang menyambangi beberapa pemukiman Suku Banjar yang ada di Malaysia, baik yang berada di negeri simbilan, negeri Malaka, Johor Bahru, Perak, Penang, dan Selangor.

Bahkan dalam beberapa kali pertemuan antara kedua belah pihak sepakat menjalin persaudaraan yang lebih dekat, dengan tujuan eratkan hubungan kekeluargaan yang selama ini agak terputus, sekaligus sebagai wadah atau wahana bagi siapa saja kedua belah pihak untuk mencari juriat di dua negara berbeda tersebut.

Menurut Mohamad Ary, banyak Suku Banjar yang sudah lama bermukim di Malaysia ingin mencari juriat keluarga yang ada di banua asal Kalimantan selatan, tetapi setelah hubungan lama terputus sekarang sudah kehilangan jejak untuk mencari juriat tersebut.

Atau sebaliknya warga Banua di kalsel yang sudah kehilangan jejak untuk mencari juriat keluarga yang madam (merantau) ke Malaysia puluhan bahkan ratusan tahun silam.

Melalui FSKB dan Kulaan Malaysia inilah akan menjadi jembatan bagi mereka yang terputus hubungan keluarga tersebut untuk saling mengetahui kedua belah pihak, dan kalau perlu dipertemukan.

Sebagai Contoh saja, Pak Mdnoh Rahidin keturunan Banjar kalsel yang lama tinggal di Negeri Malaka, sampai menitikan air mata setelah bertemu dengan rombongan FSKB seraya berharap dengan pertemuan ini akan terbuka jalan untuk mencari juriat keluarga yang berada di Desa Paran Kabupaten Balangan Kalsel.

Sebab ia tahu cerita keluarga hanya dari almarhum ayahnya yang sudah lama meninggal dunia, dan ayahnya berpesan ia harus mencari juriat keluarga yang ada di Indonesia, tetapi untuk mencarinya ia sendiri tidak mengerti harus bagaimana karena tak pernah ke Indonesia, apalagi ke Kalsel.

Banyak cerita yang hampir sama dengan Mdnoh Rahidin ini yang semuanya berharap bisa mengetahui pihak keluarga satu sama lain yang berada di dua negara serumpun ini, setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun tak ada pernah kontak lagi.

Dalam kunjungan FSKB tersebut, beberapa lokasi kawasan pemukiman Suku Banjar di Malaysia, seperti di Bukit Malintang Negeri Sembilan, Sungai Manik, Began Serai, Bagan Datuk negeri Perak, dan beberapa lokasi lagi.

Dalam kunjungan tersebut rombongan FSKB disambut dengan hangat para warga di beberapa lokasi tersebut, bahkan sempat menyaksikan festival budaya Banjar di Bukit Melintang.

Berdasarkan keterangan warga Banjar di Malaysia sekitar dua juta orang, namun yang terdata sekitar sejuta orang dan beberapa diantaranya terkenal sebagai pejabat dan artis di negara dihuni antar bangsa tersebut.

Diantara orang Banjar di Malaysia terkenal adalah Menteri Besar Johor Datuk Seri Hj Mohamad Khalid Nordin, penyanyi malaysia Sarimah Ibrahim, mantan Kepala Kepolian Malaysia Tan Sri Musa Dato` Hj Hassan, Malik Noor merupakan Juara Bina Badan Asia peringkat heavyweight sebanyak 6 kali .

Selain itu juga ada nama Sri Norian Mai juga mantan Ketua Polis Negara Malaysia yang keenam, bintang film, dan penyanyi Datuk Jamal Abdillah, serta Datuk Puad Zarkashi mantan Menteri Pendidikan Malaysia.


KETURUNAN BANJAR DI MALAYSIA JADI MELAYU BARU

$
0
0

muhamad Isa

Penulis berada di rumah Muhamad Isa, di Teluk Intan
Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin, 27/10 (Antara) – Keturunan atau zuriah Suku Banjar Kalimantan Selatan yang tinggal di Malaysia dan kiprahnya mulai kelihatan di berbagai sektor kehidupan di negara tetangga itu bisa menjadi generasi Melayu Baru.
Hal tersebut diutarakan seorang tokoh masyarakat Banjar di Teluk Intan, Negeri Perak Malaysia, Muhamad Isa, kata anggota Forum Silatuhami Kulaan Banjar Banua (FSKB) Mohamad Ary di Banjarmasin, Kalsel, Senin, sepulang negeri jiran itu.
Dalam perbincangan dengan Mohamad Isa yang juga dikenal sebagai guru dan anggota pemerhati sejarah Malaysia tersebut di rumahnya di Malaysia pekan lalu, dikatakan sekarang keturunan suku Banjar Kalimantan Selatan setelah puluhan bahkan ratusan tahun banyak yang melakukan kawin silang.
Banyak suku Banjar yang kawin dengan sesama Banjar atau kawin silang dengan suku melayu Malaysia, dengan suku Jawa Minang, Bugis dan lainnya yang kini populasinya berkembang pesat dan menjadi sebuah kekuatan baru yang disebut Melayu Baru.
Keturunan mereka ini sekarang berlomba menimba ilmu di berbagai lembaga pendidikan dan banyak di antara mereka yang sudah menjadi kamum intelektual, baik di pemerintahan, akademisi, politik, olahragawan, seniman, bahkan usahawan.
Bahkan posisi kelompok ini dinilai sebuah kekuatan baru dan menjadi saingan kuat dari kelompok lain yang juga dikenal kuat di negeri tersebut, seperti kelompok keturunan India muslim, yang di antaranya terdapat Mahathir Mohamad.
Berdasarkan keterangan di antara keturunan Banjar yang sudah berkiprah di negara tersebut, seperti Menteri Besar Johor Datuk Seri Hj Mohamad Khalid Nordin, penyanyi Malaysia Sarimah Ibrahim, mantan Kepala Kepolisian Tan Sri Musa Dato’ Hj Hassan, Malik Noor merupakan juara bina badan Asia peringkat heavyweight sebanyak 6 kali.
Kemudian juga ada nama Datuk Jamal Abdilah bintang film dan penyanyi, Datuk Puad Zarkashi mantan Menteri Pendidikan Malaysia, dan beberapa lagi.
Mohamad Ary berada di Malaysia bersama 19 orang anggota Forum Silaturahmi Kulaan Banjar Banua untuk berjumpa dengan Pertubuhan Banjar Malaysia di beberapa lokasi permukiman Suku Banjar.
Di antaranya berkunjung ke Bukit Melintang, Began Serai, Began Datuk, Sungai Manik, Ayer Hitam Batu Pahat, Malaka, Johor Baru, Sekudai, Selangor, dan beberapa lokasi lagi.
Tujuannya hanya untuk menjalin tali silatruhami antara suku Banjar di Kalimantan selatan dengan suku Banjar yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun bermukim dan menjadi warga negara Malaysia tersebut.
Dalam kunjungan tersebut kedua belah pihak sepakat saling eratkan persaudaraan dan saling mengunjungi satu sama lain.



CARA BERTANI BANJAR MALAYSIA BEDA DARI BANUA

$
0
0

penulis

Penulis dipersawahan (Bandang) warga Banjar Sungai Manik,Malaysia

Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin, 30/10 (Antara) – Cara bertani sawah warga Suku Banjar yang berada di beberapa wilayah negeri di Negara Malaysia sudah jauh berbeda bila dibandingkan cara tradisional bersawah khas Banjar di Banua atau Kalimantan Selatan, Indonesia.

“Mereka warga Banjar Malaysia sudah menggunakan sistem modern, semua sudah menggunakan mekanik,” kata Abdussamad Thalib, Pembantu Dekan Dua, Fakultas pertanian Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Kamis.

Hal tersebut dikemukakan Abdussamad Thalib setelah pulang dalam perjalanan mengikuti perjalanan titian muhibah 17-26 Oktober 2014 ke beberapa lokasi pemukiman suku Banjar yang tinggal ratusan tahun di negeri jiran tersebut.

Saat di Malaysia, rombongan dari Forum Silaturahmi Kulaan Banua (FSKB) yang dikoordinir oleh Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin tersebut sempat melihat cara bertani di Bagan Serai dan Sungai Manik, negeri Perak Malaysia.

Di sana rombongan berjumlah 19 orang berbincang dengan seorang tokoh masyarakat Banjar Bagan Serai, Haji Sulaiman yang kala itu menceritakan bahwa cara bertani atau yang disebut bandang warga setempat sudah tak memanfaatkan lagi cara lama masyarakat Banjar seperti layaknya di Banua (Kalimantan Selatan).

Menurut Haji Sulaiman yang mengakui nenek moyangnya dari Kelua Kabupaten Tabalong Kalsel Indonesia tersebut, petani di sana tak lagi “merincah” (menyiapkan lahan) dengan alat tajak, tak lagi “menanjang” (nanam padi) dengan alat tanjang, serta “mengatam” (panen padi) dengan ranggaman (ani-ani) seperti layaknya di Banua.

Tetapi cara kerja bandang di sana sudah semuanya pakai mekanik atau alat mesin pertanian (Alsistan), mereka hanya main perintah atau tunjuk, tak lagi bekerja sebagaimana cara bersawah tradisional.

“Badan kami tak lagi kotor untuk berjebur ke bandang, kami cukup perintahkan kepada pemakai Alsintan untuk mengerjakan semuanya, tinggal membayar upah,” tuturnya.

Mulai menyiapkan lahan sampai panen selama tiga bulan semuanya pakai mekanik, maka petani tinggal menerima jumlah padi yang dihasilkan dari alat-alat mesin tersebut.

Bahkan bertani di sini banyak memperoleh bantuan pemerintah (kerajaan) termasuk penyediaan pupuk, bahkan bila sudah panen setiap panen oleh kerajaan diberikan intensif lagi, setiap ton diperhitungkan sekitar 200 ringgit.

“Jika hasil sawah atau bandang 10 ton per hektare-nya, maka bonus kerajaan setiap ton 200 ringgit Malaysia, maka setiap ton petani akan memperoleh sekitar 2000 ringgit, jika setiap petani mengelola 10 hektare bandang maka akan memperoleh bonus kerajaan 20000 ringgit,” katanya.

Karena itu petani setempat, selain memperoleh hasil sawah untuk diri sendiri hasil itupun diperhitungkan oleh kerajaan untuk diberikan bonus, maksudnya agar petani giat bekerja untuk menghasilkan pangan bagi kemakmuran masyarakat.

Wilayah pemukiman suku Banjar yang banyak mengelola sawah tersebut, adalah wilayah Bagan Serai dan Sungai Manik ini karena wilayahnya dataran rendah yang berair dan sistem irigasinya di bantu oleh kerajaan.

Dengan cara bertani demikian maka sudah dipastikan setiap petani tampak lebih sejahtera bila dibandingkan dengan petani banua, maka jangan heran jika setiap petani sudah memiliki mobil atau yang disebut warga setempat kereta.

Kunjungan FSKB tersebut bertujuan untuk mempererat hubungan persaudaraan tersebut antara warga Banjar di Malaysia yang ditaksir sekitar dua juta jiwa dengan warga Banjar yang ada di Banua.

Selain saling mengunjungi satu sama lain, cara lain mempererat persaudaraan tersebut melalui pertemanan dan komunikasi melalui jejaring sosial, katanya seperti Facebook ada grup kulaan banjar se-dunia yang sudah beranggotakan 14 ribu orang lebih.

Kaitan saling mengunjungi tersebut sudah pernah dilakukan baik oleh kulaan Banjar Malaysia ke Banua (Kalsel) maupun kulaan Banjar Banua ke Malaysia, dan saling kunjung mengunjungi tersebut akan terus dilakukan, apalagi dari kedua belah pihak ada yang berkaitan berkeluarga.

Untuk kunjungan balasan kedua kulaan Banjar Banua yang dikoordinir Ika Unlam selain silaturahmi, wisata, serta buat dokumenter orang Banjar madam ke Malaysia.

Banyak lokasi yang dikunjungi antara lain ke Kampong Bukit Melintang yang 80 persen penduduknya orang Banjar, mengikuti kegiatan “Mini Karnival Kulaan” kegiatannya berupa demonstrasi membuat wadai (kue) Banjar, kegiatan membaca berjanji, ada penjualan produk2 usaha orang Banjar Malaysia, silaturrahmi, demonstrasi pukong (bapukung).

Ke Universitas Islam Azlan Shag bertemu dengan rektor Nordin Kurdi serta Prof Jamil Hasim yang keturunan Banjar, di Kuala Kangsar.

Rombongan juga Johor Bahru, singgah di Kantor PBM dan Koperasi Kulaan (Ko-Kulaan) di Bangi, pusat wisata negeri Melaka, mengunjungi objek wisata berupa situs warisan (heritage) yang diakui UNESCO, antara lain Pelabuhan Lama dimana terdapat Museum kapal Portugis, Benteng Portugis, Pasar Seni dan Kerajinan cendera mata.


NIKMATI WISATA “MELAKA RIVER CRUISE” MALAYSIA

$
0
0

20141103Sungai_Malaka_Malaysia
Mentari pagi bersinar cerah menyinari kawasan Melaka River Cruise, sebuah sungai kecil di tengah Kota Melaka, Malaysia, tetapi dipenuhi dengan taman-taman bunga, lampu-lampu hias, serta aneka bangunan tua yang dibentuk sedemikian rupa.

Sebanyak 19 orang anggota Forum Silaturahmi Kulaan Banjar Banua (FSKB) termasuk penulis, akhir pekan lalu melakukan lawatan ke negeri penuh dengan warisan budaya dunia itu. Dari penginapan dengan berjalan kaki menuju tepian sungai yang berada di tengah-tengah bangunan bersejarah.

Kemudian masuk dalam sebuah tempat khusus untuk membeli tiket atau karcis seharga 15 ringgit Malaysia atau sekitar Rp60 ribu rupiah untuk masuk di sebuah dermaga Sungai Melaka yang kemudian untuk ikut dalam wisata susur sungai.

Setelah semua rombongan lengkap beli tiket, akhirnya rombongan masuk ke sebuah kapal yang dirancang sedemikian rupa, dan dinahodai seorang wanita melayu berjilbab.

Selama sekitar 40 menit perjalan susur sungai, rombongan bisa menikmati aneka pemandangan dari lokasi tersebut seraya mendengarkan sebuah suara pemandu wisata yang tampaknya hanya dari sebuah rekaman dari tape recorder yang menjelaskan satu per satu bangunan atau taman dan apa saja yang dilalui dalam wisata unik itu.

Sebab dalam kapal wisata berupa sepead boat yang dirancang sedemikian itu selain penumpang hanya ada seorang nahoda yang tampak tidak berucap apa-apa.

Kapal wisata ini berlayar tidak terlalu laju menyusuri sungai yang di kiri dan kanan tertdapat berbagai perkampungan yang disebut sebagai Kampung Morten, yaitu perkampungan melayu asli Melaka.

Menurut penjelasan rekaman yang dibunyikan di kapal tersebut Kampung Morten adalah perkampungan tradisional Melayu yang sampai sekarang masih eksis. Yang paling kentara tentu saja dari arsitektur perumahan Melayu.

Konon masyarakat kampung ini pun masih mengamalkan cara hidup tradisional Melayu. Oleh karena itu kampung ini disebut-sebut sebagai museum hidup, dan dinamakan Kampung Morten dari seorang JF Morten yang dulunya membangun kampung ini.

Selain itu pula dilalui Jonker Walk, China Town, Kampung India, dan beberapa kampung lagi yang kesemuanya memberikan kesan menyenangkan.

Dalam pelayaran ini pengunjung bisa melihat replika The Eye on Malaysia, yaitu kincir. Konon The Eye on Malaysia dulunya berada di Kuala Lumpur. Namun pada tahun 2008, kincir ini dipindahkan ke Melaka.

Akibat terjadi sengketa antara pemerintah Malaysia dengan pemiliknya, sebuah perusahaan Belgia, pada 2010 kincir ini berhenti beroperasi. Karena yang dipajang di pinggir sungai Melaka sekarang ini adalah replikanya, tentu saja bagi pelancong yang datang ke Melaka tetap bisa menjajal kincir ini. Namun terlihat tinggi replika ini tidak setinggi kincir aslinya yang mencapai 60 meter.

Selain replika kincir air dan benteng di pinggir sungai lengkap dengan meriam yang mengelilingi benteng, terdapat pula replika kapal Portugis bernama Flor De La Mar.

Mohamad Ary, ketua rombongan FSKB yang dikenal sebagai anggota Forum Komunitas Hijau (FKH) Banjarmasin kepada penulis saat pelayaran tersebut menyatakan salut atas pembenahan sungai di kota peradaban Melayu itu.

“Nah ini kota di Melaka yang memakai konsep kota hijau (green city) di mana-mana terlihat taman-taman kota termasuk di pinggir sungai yang kita lalui ini, terdapat jalan sepeda, terdapat ruang terbuka hijau, dan pembenahan sungai menjadi green river,” kata Mohamad Ary.

Melihat kenyataan ini sudah selayaknya kota Banjarmasin, ibukota Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia, yang dikenal dengan sebutan “kota seribu sungai” dibenahi seperti layaknya sungai di Melaka ini.

“Banjarmasin kan terdapat 74 sungai yang masih baik, dan itu hendaknya diciptakan sebagai konsep kota hijau seperti layaknya di Melaka ini, yakni pembenahan sungai sesuai peruntukannya selain drainase, alat transportasi, tempat wisata, dan keindahan kota melalui taman-taman bunga pinggir sungai,” kata Wakil Ketua FKH Banjarmasin ini.

Belum lagi bangunan yang ada di kiri dan kanan sungai dibentuk dengan kontruksi sedemikian rupa, terutama bermuka rumah kemuara sungai, sehingga bangunan rumah atau bangunan lain bukan menciptakan kekumuhan, tetapi justru memperindah sungai.

Saat pelayanan susur sungai tersebut pengunjung disuguhi aneka pemandangan, seperti rumah-rumah penduduk yang di berikan aneka warna, jembatan-jembatan melengkung.

Beberapa jembatan tersebut disebut jembatan Tan Boon Seng Bridge, Chan Boon Cheng Bridge, Ghostbridge of Melaka, Old Market Bridge dan Jalan Hang Tuah Bridge. Jembatan-jembatan inilah saksi bisu kejayaan Melaka sampai dengan jatuh bangunnya Melaka dalam pendudukan para penjajah. Selain itu juga banyak terdapat bangunan-bangunan guest house, juga terlihat menara Taming Sari yang menjadi kebanggaan kota Melaka.

Dalam perjalanan ke kota ini rencananya rombongan FSKB menyinggahi menara Taming Sari ini, tetapi karena padatnya jadwal dan terdesak waktu maka ke menara ini pun diurungkan.

Berdasarkan ceritanya menara Taming Sari ini adalah gyro tower pertama dan masih satu-satunya di malaysia.

Pengunjung setelah membeli tiket seharga 20 Ringgit Melaysia bisa memasuki sebuah ruangan bundar yang berporos pada tiang menara. Ruangan ini lah yang membawa pengunjung untuk naik ke atas menara.

Ruangan ini bisa berputar 360 derajat untuk mengakomodasi pengunjung agar bisa menikmati pemandangan panorama kota Melaka. Beberapa bangunan heritage seperti Stadhuys dan St Paul Church bisa dilihat dari atas menara.

Selain itu, pemandangan Selat Melaka, Sungai Melaka, dan gedung-gedung tinggi juga terlihat menarik dari atas menara Taming sari.

“Duduk di atas ruangan menara yang ber-AC sambil melihat pemandangan-pemandangan tersebut merupakan pengalaman yang mengasikan,”kata Zainal Wahab warga Negeri Perak menceritakan pengalamannnya naik menara Taming sari kepada penulis saat bersama pula dalam wisata susur sungai.

Di kota yang tidak terlalu luas tetapi diwarnai dengan kehidupan para turis yang berdatangan dari berbagai penjuru dunia ini, pendatang bisa pula menikmati naik becak khas Melaka.

Becak di kota ini dirancang hanya untuk wisatawan, makanya besa diberikan banyak asesoris dan bunga warna-warni dan aneka bentuk hingga terlihat unik oleh pengunjung, dan setiap becak dilengkapi dengan tape rekorder yang menyetel aneka lagu melayu atau lagu negara lainnya secara full music.

Atau bagi wisatawan yang suka jalan kaki, bisa kemana-mana di kota ini hanya berjalan kaki, karena jarak antar wilayah relatif tak terlalu jauh, selain itu disediakan sarana jalan untuk para pejalan kaki.

Untuk penginapan seperti hotel menjamur di kota ini, ditambah tersedianya banyak penginapan berupa guest house murah meriah tersebar di sepanjang Sungai Melaka.

Pada malam hari, penginap bisa nikmati duduk di kafe pinggir sungai atau di belakang guest house seraya menikmati tenangnya Kota Melaka.

Berdasarkan sebuah cacatan lagi, sekitar abad 15, sungai Melaka ini memiliki arti penting untuk transportasi barang-barang perdagangan. Kejayaan kerajaan Melaka tidak bisa dipisahkan dari sejarah panjang sungai ini.

Sungai Melaka ini tidak serta merta menjadi secantik sekarang. Ternyata sungai ini pernah kumuh, kotor, dan jorok. Namun karena keseriusan pemerintah dan masyarakat Melaka, sekarang para wisatawan yang datang ke Melaka bisa ikut merasakan nostalgia sejarah sungai ini dalam paket wisata Melaka River Cruise.

Hal yang bisa dilihat keseriusan pemerintah dalam merawat dan mempercantik sungai ini adalah walaupun sudah banyak bangunan-bangunan modern yang berada di pinggir sungai, tetapi tetasp saja ada deretan pepohonan mangrove di tepi sungai.


MERASAKAN KECETA CEPAT NAIK BUKIT BENDERA PENANG MALAYSIA

$
0
0

aku1 Oleh Hasan Zainuddin
Telinga terasa berat seperti layaknya naik pesawat terbang di kala kereta cepat yang membawa rombongan Forum Silaturahmi Kulaan banjar Banua (FSKB) dan penumpang lainnya termasuk penulis menaiki Bukit Bendera yang ada di Kota Penang, negeri Penang, Malaysia.
Hanya saja gerbong yang ditumpangi tersebut terlalu sesak oleh pengunjung, sehingga pandangan tak leluasa melihat kiri dan kanan yang berada di tengah hutan lebat bukit yang menjadi objek wisata andalan tanah Melayu tersebut.
Dari perjalanan naik kereta listrik cepat dari bawah ke puncak Bukit Bendera setinggi 830 meter itu, gerbong beberapa kali berhenti, saat itu tampak suasana alam hutan yang masih alami, aneka tanaman hutan seperti layaknya hutan tropis yang ada di Banua (Kalimantan Selatan).
Selain itu juga tampak Kota Penang dari kejauhan dimana terdapat sebuah bangunan semacam menara tinggi yang menjadi ikon kota, serta air laut yang membiru dan pantai di kota yang didominasi penduduk etnis Tionghoa, Melayu, dan India tersebut.
Dari puncak, para wisatawan bisa menikmati pemandangan ke bawah seluruh pulau bahkan juga ke seberang laut
Berdasarkan catatan, Bukit Bendera merupakan sebuah kawasan parlemen di negara bagian Pulau Pinang, negara Malaysia.
Pulau Pinang yang dihubungkan dengan sebuah jembatan menyeberangi laut sekitar 25 kilometer ini terletak di antara negeri Kedah dengan negeri Perak di utara Semenanjung Malaysia.
Bukit bendera setinggi mendekati satu kilometer di atas Georgetown, puncak Bukit Bendera (Bahasa Inggris: Penang Hill) menyediakan tempat nyaman yang memungkinkan wisatawan menikmati sejuknya puncak bukit yang penuh dengan pepohonan.
Hutan di kiri dan kanan rel kereta cepat tersebut terlihat aneka tanaman pakis, palm-palman, enau, risi, serta aneka pohon yang selayaknya ada di hutan tropis.
Bukit ini secara umum bersuhu 15-25 derajat celsius, di lokasi ini terdapat taman yang menyenangkan, pondok bergaya tua, restoran, kuil, serta Masjid Muslim di puncaknya.
Bukit Pulau Penang ini sebenarnya juga digelari Bukit Strawberi karena penghasil buah stroberi, lokasi ini dengan kondisi alam dan suhu ternyata ideal bagi pengembangan buah stroberi.
Tadinya penulis agak enggan ikut naik kereta listrik cepat ke bukit ini, karena pengunjung begitu berjejal, selain itu ada perasaan ngeri atau takut, karena tampak rel keretanya begitu menanjak tajam ke atas.
Ada pikiran jika gerbong kereta listrik amblas atau jatuh pasti akan menimbulkan mala petaka besar, karena akan jatuh ke bawah yang begitu dalam.
Tetapi setelah semua anggota FSKB ikut membeli tiket, lalu penulis tinggal sendirian di bawah ada perasaan rugi, akhirnya penulis pun ikut berjejal antri beli tiket seharga RM 30,- per orang.
Karena beli tiket belakangan akhirnya penulis terpisah dengan rombongan, tetapi setelah sampai kepuncak akhirnya terkumpul lagi dengan rombongan.
Ketika sampai di puncak seluruh pengunjung turun dari kereta listrik tersebut, dan ternyata di puncak terdapat hamparan daratan yang luas semacam lapangan basket, dan terdapat banyak kendaraan roda dua atau sepeda motor.
Semua itu menimbulkan keheranan di pikiran penulis, dari mana kendaraan roda itu bisa lewat menaiki bukit hingga berada di lokasi yang begitu tinggi tersebut?
Di puncak tersebut juga ada bangunan dua lantai, di dalamnya terdapat rumah makan aneka makanan dan minuman, serta toko-toko barang-barang cendramata, serta kantor-kantor petugas.
Dari ratusan bahkan ribuan pengunjung yang berjejal di puncak bukit tersebut tampak terlihat aneka bangsa, ada yang berkulit putih bermata sipit, berkulit hitam bermata galak, ada bule, ada yang berjilbab, ada yang berpakaian minim, dan semuanya menyatu di lokasi tersebut.
Saat di puncak perut terasa lapar dan dahaga, hampir semua anggota rombongan FSKB mencari makanan untuk mengobati rasa haus dan lapar, lalu memesan makanan dan minum. Tadinya dikira makanan dan minuman di lokasi tersebut mahal, tetapi setelah melihat tarif yang ada di menu-menu makanan dan minuman ternyata relatif murah, seperti nasi goreng hanya RM5,- atau sekitar Rp20 ribu.
Anggota rombongan FSKB terpencar duduknya, ada duduk dimeja tengah dan yang asyik ngobrol dengan orang Melayu, ada pula yang duduk meja sudut ngobrol dengan wisatawan bule, bahkan ada pula yang ngobrol dengan wisatawan India yang duduk bagian belakang.
Melihat objek wisata ini menimbulkan komentar pengunjung yang menyatakan Malaysia itu memang hebat dalam mengemas wisatanya.
Setelah hampir dua jam menikmati puncak Bukit Bendera, rombongan sepakat turun. Dalam perjalanan turun terasa lebih nyaman hingga sampai ke bawah.
Kunjungan FSKB selama di Malaysia beberapa objek wisata di kunjungi selain di Bukit Bendera juga ke Melaka River Cruise, Negeri Melaka.

Persaudaraan

Rombongan FSKB datang ke Malaysia dalam kaitan lawatan dan silaturahmi ke pemukiman Suku Banjar asal Kalsel yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun tinggal di negeri tersebut.
Dalam kunjungan FSKB tersebut, beberapa lokasi kawasan pemukiman Suku Banjar di Malaysia, seperti di Bukit Malintang Negeri Sembilan, Sungai Manik, Began Serai, Bagan Datuk negeri Perak, dan beberapa negeri termasuk di Penang.
FSKB sepakat mengeratkan tali persaudaraan dengan Pertubuhan Kulaan Banjar Malaysia setelah melakukan pertemuan di negara jiran tersebut.
Anggota FSKB, Mohamad Ary yang juga ketua rombongan dalam perjalanan muhibah ini menuturkan, setelah melakukan perjalanan selama sembilan hari 17-26 Oktober 2014 banyak pengalaman yang didapat dalam upaya menyambangi pemukiman-pemukiman Suku Banjar yang berada di negeri seberang tersebut.
Dalam beberapa kali pertemuan antara kedua belah pihak sepakat menjalin persaudaraan yang lebih dekat, dengan tujuan eratkan hubungan kekeluargaan yang selama ini agak terputus, sekaligus sebagai wadah atau wahana bagi siapa saja dikedua belah pihak untuk mencari juriat di dua negara berbeda tersebut.
Menurut Mohamad Ary, banyak Suku Banjar yang sudah lama bermukim di Malaysia ingin mencari juriat keluarga yang ada di banua asal Kalimantan selatan, tetapi setelah hubungan lama terputus sekarang sudah kehilangan jejak untuk mencari juriat tersebut.
Atau sebaliknya warga Banua di kalsel yang sudah kehilangan jejak pula untuk mencari juriat keluarga yang madam (merantau) ke Malaysia puluhan bahkan ratusan tahun silam.
Melalui FSKB dan Kulaan Malaysia inilah akan menjadi jembatan bagi mereka yang terputus hubungan keluarga tersebut untuk saling mengetahui kedua belah pihak, dan kalau perlu dipertemukan.
Sebagai Contoh saja, Pak Mdnoh Rahidin keturunan Banjar Kalsel yang lama tinggal di Negeri Malaka, yang sempat menitikkan air mata setelah bertemu dengan rombongan FSKB tersebut.
Sebab ia tahu cerita keluarga hanya dari almarhum ayahnya yang sudah lama meninggal dunia, dan ayahnya berpesan ia harus mencari juriat keluarga yang ada di Indonesia, tetapi untuk mencarinya ia sendiri tidak mengerti harus bagaimana karena tak pernah ke Indonesia, apalagi ke Kalsel.
Dalam kunjungan tersebut rombongan FSKB disambut dengan hangat para warga di beberapa lokasi tersebut, bahkan sempat menyaksikan festival budaya Banjar di Bukit Melintang.
Rombongan juga sempat bertemu dengan Mr Craig orang Amerika Serikat yang tinggal di Malaysia yang ternyata mendalami dan mahir bahasa Banjar.
Rombongan juga bertemu dengan tokoh masyarakat Banjar batu pahat, Jaini Musa yang ingin bertemu dengan para juriatnya yang berada di Kalsel.
Bahkan dalam perjalanan muhibah ini rombongan FSKB ikut dalam parade mobil Kulaan Adventure Team ke lokasi wisata peranginan.
Kemudian bertemu dengan para pengerusi koperasi Kulaan Banjar Malaysia di Bangi,Johor, Mohamad Saleh dan Kamar Mohamad Zaman dan beberapa pengerusi koperasi lainnya.
Di Bukit Melintang, rombongan sempat menjenguk dua orang sepuh Suku Banjar yang sudah ujur dengan usia hampir satu abad yang dipercaya sebagai sepuh Suku Banjar yang dulunya membuka hutan wilayah Bukit Melintang sebagai kawasan pemukiman Suku Banjar.
FSKB juga bertemu dengan Rektor Universitas Islam Azlan Shah Nordin Kardi asli suku Banjar, serta Prof Jamil Hasim yang juga keturunan Banjar asal Lampihong, sepakat melakukan kerjasam pendidikan dengan FSKB yang sebagian anggotanya adalah anggota Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin.
Rompongan juga disambut hangat kulaan Banjar Malaysia di Desa Sungai Manik yang 80 persen penduduknya juga sebagai petani padi atau disebut pekerja bandang adalah orang Banjar yang membuka lahan sejak ratusan tahun silam. ***3***


“BATITI KULAAN” HUBUNGKAN KELUARGA TERPUTUS BANUA – MALAYSIA

$
0
0

sungai Manik

FSKB bertemu dengan Kulaan Banjar Malaysia  Sungai Manik Negeri Perak

 

Oleh Hasan Zainuddin
Tetesan air mata Mdnoh Rahidin keturunan Suku Banjar yang lama tinggal di Negeri Johor, Malaysia setelah bertemu dengan rombongan Forum Silaturahmi Kulaan Banjar Banua (FSKB) menggambarkan betapa rindu dirinya akan Kalimantan Selatan tanah nenek moyangnya.

“Saya ingin tahu sekali mengenai juriat keturunan ayah saya yang ada di Desa Paran Kabupaten Balangan di Banua” kata Mdnoh Rahidin saat bertemu dengan 19 anggota FSKB di Kota Melaka dalam perjalanan Batiti Kulaan 17-26 Oktober 2014 lalu.

Menurut Mdnoh Rahidin seorang pegawai Bomba (regu pemadam kebakaran Malaysia) tersebut sudah lama keinginan untuk mencari juriat keturunan di Indonesia tetapi harus bagaimana.

“Bagi Saya Kota Banjarmasin saja tak tahu apalagi Desa Paran Kabupaten Balangan,”katanya seraya menanyakan berapa jarak antara Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin ke desa nenek moyangnya itu.

Ketika diberitahu sejauh sekitar 200 kilometer, ia pun kaget. ” wah jauh sekali, seandainya ia mencarinya sendiri ke Banjarmasin jelas sendiri, jelas akan kehilangan jejak,” katanya.

Setelah berbincang lebar dengan para anggota FSKB maka ia pun berjanji akan bertandang ke Indonesia untuk mencari pihak keluarga bersama isterinya yang kini bekerja di sebuah perusahaan minyak Malaysia.

Tekad mencari keluarga tersebut didasari pesan almarhum ayahnya Haji Rahidin Bin Masak, agar mencari juriat keluarga di Indonesia, karena pesan itulah ada keinginan kuat mencari jejak keluarga tersebut.

Banyak cerita yang hampir sama dengan kasus Mdnoh Rahidin ini yang semuanya berharap bisa mengetahui keberadaan juriat satu sama lain yang berada di dua negara serumpun ini, setelah puluhan tahun bahkan ratusan tahun tak ada pernah kontak lagi.

Dalam perjalanan “Batiti Kulaan” FSKB tersebut, beberapa lokasi kawasan pemukiman Suku Banjar di Malaysia, seperti di Bukit Malintang Negeri Sembilan, Negeri Johor, Sungai Manik, Began Serai, Bagan Datuk negeri Perak, dan beberapa lokasi lagi.

FSKB sepakat mengeratkan tali persaudaraan dengan Pertubuhan Kulaan Banjar Malaysia setelah melakukan pertemuan di negara jiran tersebut.

Anggota FSKB, Mohamad Ary yang juga ketua rombongan dalam perjalanan Batiti Kulaan atau muhibah ini menuturkan, setelah melakukan perjalanan selama sembilan hari banyak pengalaman yang didapat dalam upaya menyambangi pemukiman-pemukiman Suku Banjar yang berada di negeri seberang tersebut.

Dalam beberapa kali pertemuan antara kedua belah pihak sepakat menjalin persaudaraan yang lebih dekat, dengan tujuan eratkan hubungan kekeluargaan yang selama ini agak terputus, sekaligus sebagai wadah atau wahana bagi siapa saja di kedua belah pihak untuk mencari juriat di dua negara berbeda tersebut.

Menurut Mohamad Ary, banyak Suku Banjar yang sudah lama bermukim di Malaysia ingin mencari juriat keluarga yang ada di banua asal Kalimantan selatan, tetapi setelah hubungan lama terputus sekarang sudah kehilangan jejak untuk mencari juriat tersebut.

Atau sebaliknya warga Banua di kalsel yang sudah kehilangan jejak pula untuk mencari juriat keluarga yang madam (merantau) ke Malaysia puluhan bahkan ratusan tahun silam.

FSKB yang dimotori anggota Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin ini akan menjadi jembatan bagi mereka yang terputus hubungan keluarga tersebut untuk saling mengetahui kedua belah pihak, dan kalau perlu FSKB bisa mempertemukannya.

Sebagai Contoh saja, Pak Mdnoh Rahidin keturunan Banjar Kalsel yang lama tinggal di Negeri Johor Malaysia, yang sempat menitikkan air mata setelah bertemu dengan rombongan FSKB tersebut kini sudah menemukan titik terang keluarganya, setelah anggota FSKB memberitahukan hal tersebut ke keluarga yang ada di Kabupaten Balangan.

Sekarang kedua belahpihak keluarga sudah berhubungan melalui saluran telpon, dan mereka berjanji akan bertemu, kata Mohamad Ary seraya menyebutkan bagi keluarga lain yang ingin mencari keluarga yang terputus silahkan hubungi IKA Unlam di Banjarmasin.

Dalam kunjungan Batiti Kulaan tersebut rombongan FSKB disambut dengan hangat para warga di beberapa lokasi tersebut, bahkan sempat menyaksikan festival budaya Banjar di Bukit Melintang.

Rombongan juga sempat bertemu dengan Mr Criag orang Amerika Serikat yang tinggal di Kedah Malaysia yang ternyata mendalami dan mahir bahasa Banjar.

Rombongan juga bertemu dengan tokoh masyarakat Banjar batu pahat, Jaini Musa yang ingin bertemu dengan para juriatnya yang berada di Kalsel.

Bahkan dalam perjalanan muhibah ini rombongan FSKB ikut dalam parade mobil Kulaan Adventure Team ke lokasi wisata peranginan.

Kemudian bertemu dengan para pengerusi koperasi Kulaan Banjar Malaysia di Bangi, Mohamad Saleh dan Kamar Mohamad Zaman dan beberapa pengerusi koperasi lainnya.

Di Bukit Melintang, rombongan sempat menjenguk dua orang sepuh Suku Banjar yang sudah ujur dengan usia hampir satu abad yang dipercaya sebagai sepuh Suku Banjar yang dulunya membuka hutan wilayah Bukit Melintang sebagai kawasan pemukiman Suku Banjar.

FSKB juga bertemu dengan Rektor Universitas Islam Azlan Shah Nordin Kardi asli suku Banjar, serta Prof Jamil Hasim yang juga keturunan Banjar asal Lampihong, sepakat melakukan kerjasam pendidikan dengan FSKB yang sebagian anggotanya adalah anggota Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin.

Rompongan juga disambut hangat kulaan Banjar Malaysia di Desa Sungai Manik yang 80 persen penduduknya juga sebagai petani padi atau disebut pekerja bandang adalah orang Banjar yang membuka lahan sejak ratusan tahun silam.

Hanya saja pertanian di lokasi ini tak lagi menggunakan sistem tradisional khas Banjar di Kalsel, seperti menyemai atau menaradak, merincah, memuntal,meampar, merumput, kemudian menanjang lalau mengatam.
Sistem yang digunakan petani ini sudah berubah hampir semuanya pakai mekanik, sehingga satu hektare menghasilkan 10 ton, dan setiap petani sekurangnya memiliki bandang sepuluh hektare dan mamppu panen dua kali setahun.

Istimewanya lagi warga Banjar yang menggarap bandang (sawah) di Malaysia ini selain menjual padinya sendiri, oleh karajaan Malaysia mereka juga mendapat insentif, setiap ton dihargai 250 ringgit Malaysia, jika setiap heltare bandang menghasilkan 10 ton maka petani akan memperoleh insentif atau bonus dari kerajaan 2500 ringgit,maksudnya untuk menggairahkan petani untuk menanam padi.

Namun banyak pula dari keturunan Banjar di Malaysia ini tak lagi mengelola bandang namun beternak ayam, berkebun sawit, berkebun getah karet, dan tak sedikit pula yang sudah menjadi pejabat, pengusaha, atau seniman dan olahragawan terkenal.

Keturunan atau juriat Suku Banjar Kalimantan Selatan yang tinggal di Malaysia dan kiprahnya mulai kelihatan di berbagai sektor kehidupan di negara tetangga itu bisa menjadi generasi Melayu Baru.

Seperti diutarakan seorang tokoh masyarakat Banjar di Teluk Intan, Negeri Perak Malaysia, Muhamad Isa,
Dalam perbincangan dengan rombongan FSKB, Mohamad Isa yang juga dikenal sebagai guru dan anggota pemerhati sejarah Malaysia tersebut di rumahnya di Malaysia pekan lalu, mengatakan sekarang keturunan suku Banjar Kalimantan Selatan di Malaysia setelah puluhan bahkan ratusan tahun banyak yang melakukan kawin silang.

Banyak suku Banjar yang kawin dengan sesama Banjar atau kawin silang dengan suku melayu Malaysia, dengan suku Jawa Minang, Bugis, dan etnis lain yang kini populasinya berkembang pesat dan menjadi sebuah kekuatan baru yang disebut Melayu Baru.

Keturunan mereka ini sekarang berlomba menimba ilmu di berbagai lembaga pendidikan dan banyak di antara mereka yang sudah menjadi kamum intelektual, baik di pemerintahan, akademisi, politik, olahragawan, seniman, bahkan usahawan.

Bahkan posisi kelompok ini dinilai sebuah kekuatan baru dan menjadi saingan kuat dari kelompok lain yang juga dikenal kuat di negeri tersebut, seperti kelompok keturunan India muslim, yang di antaranya terdapat Mahathir Mohamad.

Berdasarkan catatan Keturunan Banjar di Malaysia sudah sulit di data tetapi sekitar dua juta jiwa karena sudah beranak pinak dan kawin silang dengan suku bangsa atau etnis lain.

Kedatangan Suku Banjar ke semenanjung itu ditaksir sudah ratusan tahun lalu, sejak penjajahan Belanda, ada yang langsung dari Banua ke Malaysia, ada pula yang sebelum ke Malaysia datang dulu ke Tembilahan Riau, atau ke Kuala Tungkal Provinsi Jambi serta dari Dili Serdang Sumatera Utara. Merasa kurang cocok di sana lalu berlayar lagi mencari penghidupan hingga ke Malaysia ini.

Di antara keturunan Banjar yang sudah berkiprah di negara tersebut, seperti Menteri Besar Johor Datuk Seri Hj Mohamad Khalid Nordin, penyanyi Malaysia Sarimah Ibrahim, mantan Kepala Kepolisian Tan Sri Musa Dato’ Hj Hassan, Malik Noor merupakan juara bina badan Asia peringkat heavyweight sebanyak 6 kali, Rektor Universiti Islam Azlan Shah Tan Sri Nordin Kardi.

Kemudian juga ada nama Datuk Jamal Abdilah bintang film dan penyanyi, jabatan lainnya yang pernah dipegang orang banjar mantan Menteri Pengajaran, Mufti Negeri Perak, Wakil Menteri Kewangan, dan lainnya .


PEREMPUAN MALAYSIA INGIN DALAMI SENI BANJAR

$
0
0

wanita

Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin, 2/11 (Antara)- Seorang perempuan keturunan Suku Banjar Salwana Jaafar, yang tinggal di Sungai Manik, Negeri Perak, Malysia iengin sekali mendalami seni budaya Suku banjar yang ada di Banua atau Kalimantan Selatan.

Keinginan Salwana Jaafar tersebut diutarakannya melalui telpon ke wartawan Antara Cabang Kalsel, Banjarmasin, Kamis menyusul pertemuan warga Sungai Manik Malaysia dengan Forum Silaturahmi Kulaan banjar Banua (FSKB) di Malaysia,pekan lalu.

Salwana Jaafar yang mengaku mecintai seni budaya nenek moyangnya tersebut, maka ada keinginan untuk mendalaminya, khususnya seni tari-tarian, dan musik panting.

Menurutnya jika berhasil menguasai seni tari-tarian dan musik panting maka ia akan membangun sebuah grup atau sanggar kesenian Banjar di Sungai Manik, sehingga jika ada acara hiburan atau kesenian yang harus ditampilkan pada acara perkawinan, kenduri, atau pertemuan lainnya maka yang ditampilkan seni budaya Banjar tersebut.

“Saya ingin sekali kalau ada tampilan kesenian di kampung saya Sungai Manik itu selalu seni budaya Banjar, tapi sayang saya tak bisa menguasainya,” katanya.

Selain itu, tambahnya, bila sudah mampu menguasai seni budaya itu lalu bangun sanggar untuk menularkan ilmu seni budaya tersebut kepada generasi Suku Banjar yang ada di negeri jiran tersebut, mengingat komunitas Suku Banjar di negeri jiran tersebut banyak sekali,sehingga seni budaya tersebut kekal atau lestari hingga masa depan..

Berdasarkan catatan, Suku Banjar yang ada di Malaysia ditaksir sekitar dua juta jiwa, tetapi yang mudah terdata sekitar satu jiwa, sulitnya mendata Suku Banjar di Malaysia karena sudah ada di tanah Melayu tersebut puluhan bahkan ratuan tahun lalu, bahkan hingga ada yang generasi ketujuh.

Selain itu Suku Banjar Malaysia sudah terjadi kawin silang dengan suku lain seperti Melayu, Jawa, Minang, Mandailing, dan suku bangsa lainnya yang sudah menyatu menjadi bangsa Melayu baru di Malaysia.

Menurut Salwana Jaafar yang aktif menjalin hubungan melalui sarana internet Facebook dengan komunitas Banjar Banua tersebut, untuk merealisasikan keinginan tersebut terkendala masalah pendanaan.

Ia berharap ada pihak yang lain bisa menjadi menyukung keinginan tersebut, umpamanya pemerintah Provinsi Kalsel, atau pihak Kesultanan yang ada di Kota Martapura, Kabupaten Banjar.

Selain itu, ia berharap ada kerjasama dengan pihak Taman Budaya Kalsel, di Banjarmasin yang selama ini dikenal sebagai pencetak seniman Banjar di Banua, sebab ia perlu datang ke Banjarmasin setidaknya selama 20 hari.


Viewing all 193 articles
Browse latest View live